Tayangan Xpose Uncensored, Reaksi Media, dan Seruan Boikot Trans7

NU CILACAP ONLINE – Catatan Redaksi bulan Oktober kali ini merekam kehidupan santri, kiai dan pesantren serta jagad media sosial yang lagi diguncang oleh tayangan Xpose Uncensored, reaksi media, dan seruan Boikot Trans7.
Oktober, Bulan Peringatan Bangsa Indonesia pada Jasa Ulama, Kiai dan Santri
Oktober adalah bulan peringatan Bangsa Indonesia atas jasa besar perjuangan para ulama, kiai, santri dan para syuhada’ kaum pesantren. Bulan Oktober sangat diistimewakan bangsa Indonesia lantaran padanya mengandung nilai mengenang jasa para ulama, kiai yakni Hari Santri Nasional (HSN) yang jatuh pada 22 Oktober nanti, Peringatan atas momentum tersebut, ndilalah pada tahun 2025 telah disongsong dengan kegaduhan, dan ramainya jagad media sosial dengan guncangan aksi seruan boikot terhadap Trans7.
Reaksi tersebut muncul usai tayangan program Xpose Uncensored Trans7 pada pukul 17:15-18:00 WIB yang memuat narasi berjudul “Santrinya minum susu aja kudu jongkok, emang gini kehidupan di pondok? Kiainya yang kaya raya, tapi umatnya yang kasih amplop.” Senin, (13/10/2025).
Tentunya tayangan itu begitu sensi dan menyinggung kehidupan santri dan bahkan martabat para kiai. Alih-alih tuduhan tersebut mendapat kecaman dari berbagai kalangan, khususnya institusi Negara, aktivis pesantren dan tokoh keagamaan.
Dalam tayangan berdurasi hampir 15 menit itu tak pelak memicu kemarahan publik, terutama dari kalangan santri, alumni pesantren, dan Nahdliyyin di seluruh Indonesia.
Seruan Boikot
Tagar #BoikotTrans7 mendadak trending ketika potongan video dari tayangan Xpose tersebar luas di media sosial.
Dalam cuplikan itu, narator menyebut santri yang “nge-sot demi menyalami kiai” dan menyoroti pemberian amplop kepada kiai sebagai bentuk eksploitasi.
Tak hanya martabat kiai, tayangan tersebut pun bernilai pelecehan terhadap martabat pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Negara Kesatuan Indonesia yang selama ini menjadi benteng moral bangsa.
Banyak yang menilai bahwa narasi tersebut bersifat provokatif dan tidak proporsional, karena dianggap menyudutkan pesantren tanpa melakukan verifikasi dari pihak terkait.
Reaksi Kalangan Pesantren dan Tokoh Keagamaan
Desakan agar Trans7 bertanggung jawab muncul begitu cepat. Berikut beberapa respons yang muncul :
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia (Menko PM) Abdul Muhaimin Iskandar, Tokoh Agama dan Anggota DPR-RI KH Maman Imanulhaq, Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah Sarif Abdillah, Mereka sama-sama mengecam tayangan itu sebagai pelecehan terhadap martabat kiai dan pesantren.
Mereka meminta pihak Trans7 untuk segera minta maaf secara terbuka, dan meminta pada Lembaga terkait yakni Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) maupun Dewan Pers untuk melakukan investigasi terhadap produk siaran Trans7 tersebut.
Komunitas santri dan alumni pesantren ramai-ramai menyerukan boikot Trans7 dan menuntut klarifikasi serta pengakuan kesalahan oleh Trans7.
Lembaga Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LBH-NU) memalui LBH Ansor Kota Kediri menyatakan akan memberi peringatan hukum terhadap pihak produksi tayangan Xpose.
Alasan Boikot Trans7
Beberapa poin utama yang melatarbelakangi dukungan terhadap boikot Trans7:
- Pelecehan terhadap simbol keagamaan, tayangan dianggap merendahkan hubungan santri dan kiai,
- Pemberitaan tidak seimbang, hanya menyajikan narasi tunggal tanpa verifikasi,
- Salah persepsi publik, bisa memicu stigma negatif terhadap lembaga pesantren,
- Etika jurnalistik dipertanyakan, penggunaan narasi provokatif dan framing negatif tanpa dasar.
Harapan dan Tuntutan Masyarakat
adapun harapan dan tuntutan khususnya dari kalangan pesantren, menginginkan beberapa langkah konkret:
- Permintaan maaf terbuka dari pihak Trans7,
- Klarifikasi resmi mengenai maksud dan tujuan tayangan,
- Evaluasi internal terhadap tim produksi dan redaksi agar tidak terulang,
- Teguran atau sanksi dari KPI maupun Dewan Pers sebagai lembaga pengawas media.
Hingga catatan redaksi ini diunggah, belum ada pernyataan resmi dari Trans7 yang menanggapi tuntutan tersebut secara komprehensif.
Publik masih menanti langkah nyata agar kepercayaan dan rasa hormat terhadap institusi pesantren kembali pulih. (IHA)





