Sejarah Organisasi NU (Nahdlatul Ulama)

Sejarah Organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Organisasi NU memiliki sejarah panjang, kelahiran, peran perjuangan sebelum masa dan setelah kemerdekaan RI; dari Nahdlatuttujar, Nahdlatul Wathan, Tashwirul Afkar, Komite Hijaz hingga organisasi NU resmi berdiri tanggal 31 Januari 1926 / 16 Rajab 1344 H.

Artikel ini membahas secara singkat 3 motif berdirinya NU, Kebangkitan melawan penjajah, Ulama dan pondok pesantren, pendirian Nahdlatul Wathan, Komite Hijaz dan fase sejarah berdirinya organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Bagaimana sejarah kelahiran dan berdirinya NU?

Motif Berdirinya NU

Ada 3 motif dalam sejarah atau motivasi yang melatarbelakangi berdirinya Nahdlatul Ulama (NU), yaitu

  1. Motif agama. Bahwa penjajah yang datang ke Indonesia, selain untuk mengeruk harta kekayaan bangsa Indonesia, juga menyebarkan ajaran yang mereka anut seperti katolik dan protestan. Mereka hendak menjadikan umat Islam di seluruh Indonesia menjadi pengkhabar injil; dan berawal dari sinilah pendirian Nahdlatul Ulama memiliki motif agama.
  2. Motif Nasionalisme. Nahdlatul Ulama (NU) lahir juga karena dorongan untuk merdeka, Nahdlatul Ulama berusaha menggalang semangat nasionalisme melalui kegiatan keagamaan dan pendidikan. Langkah pertama adalah mendirikan Madrasah dengan nama oleh KH Wahab Hasbullah adalah “Nahdlatul Wathan” yang artinya : Pergerakan Tanah Air.
  3. Motif mempertahankan Paham Ahlussunnah Wal Jamaah. Selain motif agama dan motif nasionalisme Nahdlatul Ulama juga mendasari pada semangat untuk mempertahankan Paham Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). Hal ini (mempertahankan Islam Aswaja) adalah sebagai reaksi terhadap gerakan pembaharuan yang berhembus dari Timur Tengah. Dan kesan ini tampak begitu kuat setiap kita membicarakan Nahdlatul Ulama. Baca juga Paham Keagamaan NU

NU Melawan Penjajah

Keterbelakangan, baik secara mental, maupun ekonomi melanda bangsa Indonesia. Akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa dan melawan penjajah, melalui jalan pendidikan dan organisasi.

Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan Kebangkitan Nasional. Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana–setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisai pendidikan dan pembebasan.

Baca Juga: Tujuan dan Usaha Organisasi NU

Ulama dan Pesantren

Dalam sejarah Indonesia, sejak masa kolonial penjajahan pra-kemerdekaan, posisi peranan dan jejak ulama pondok pesantren cukup penting terhadap proses perubahan sosial kemasyarakatan. Karena Ulama dan pesantrennya merupakan tokoh panutan bagi umat Islam yang merupakan agama terbesar di Indonesia. Baca juga tentang Perangkat Organisasi NU.

Agama pada dasarnya bersifat independen, yang secara teoretis dan dogmatis saat mungkin terlibat dalam kaitan saling mempengaruhi dengan kenyataan sosial, ekonomi dan politik. Sebagai unit yang independen, maka bagi penganutnya, agama mempunyai kemungkinan yang tinggi untuk menentukan pola prilaku manusia dan bentuk struktur sosial.

Dengan demikian ajaran agama (aspek kultural dari agama) mempunyai potensi untuk mendorong atau bahkan menahan proses perubahan sosial di mana dalam agama Islam yang strategis untuk melakukan hal itu adalah ulama dan pendidikan (pesantren).

Jika ditelusuri lebih jauh tentang peranan ulama dan pondok pesantren dalam mewarnai proses perubahan sosial di Indonesia, maka akan tercatat beberapa tokoh penting dari berbagai golongan dan kelompok masyarakat, diantaranya adalah KH Hasyim Asy’ari, Ulama dan Pengasuh Pesantren Tebuireng, yang kemudian dikenal sebagai pendiri Nahdlatul Ulama.

Nahdlatul Wathan

Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon Kebangkitan Nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan; seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) 1916. Kemudian tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri.

Dari situ kemudian berdiri Nahdlatut Tujjar, (Pergerakan Kaum Saudagar). Serikat itu menjadi basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi. Juga, menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota. Baca juga Risalah Aswaja KH Muhammad Hasyim Asy’ari (Bagian-1)

Organisasi-organisasi tersebut merupakan embrio cikal bakal sejarah organisasi NU (Nahdlatul Ulama) di kemudian hari.

Baca Juga:  Syaikhona KH Muhammad Kholil, Cerita Di Balik Pendirian NU

Menolak Wahabi

Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab wahabi di Mekah. Serta, hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra-Islam; yang selama ini menjadi tenpat berziarah banyak umat Muslim di dunia. Mereka beranggapan praktik ziarah itu sebagai bi’dah.

Gagasan kaum wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia. Baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan, maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto.

Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermadzhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut. Baca juga Khittah NU, Khittah Nahdlatul Ulama, Khittah Nahdliyyah

Sikapnya yang berbeda, kalangan pesantren di keluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta 1925. Akibatnya kalangan pesantren juga tidak trlibat sebagai delegasi dalam Mu’tamar ‘Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Makkah yang akan mengesahkan keputusan tersebut.

Nahdlatul Ulama NU

Komite Hijaz

Terdorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebsan bermadzhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban. Maka Ulama-Ulama dari kalangan pesantren di Nusantara membuat delegasi sendiri dengan nama Komite Hijaz. KH Abul Wahab Hasbullah sebagai ketua Komite Hijaz.

KH Abdul Wahab Hasbullah dan Syekh Ahmad Ghanaim Al-Amiri Al-Mishri menyampaikan materi tuntutan yang akan disampaikan kepada Raja Ibnu Sa’ud adalah sebagai berikut:

  1. Meminta kepada Raja Ibnu Sa’ud untuk tetap memberlakukan kebebasan bermazhab empat: Maliki. Hanafi, Syafi’i dan Hambali.
  2. Memohon tetap diramaikannya tempat-tempat bersejarah karena tempat tersebut telah diwakafkan untuk mesjid, seperti tempat kelahiran Siti Fatimah, bangunan Khaizuran dan lain-lain.
  3. Mohon agar disebarluaskan keseluruh dunia setiap tahun sebelum jatuhnya musim haji mengenai hal-ihwal haji; baik ongkos haji, perjalanan keliling Makkah maupun tentang syekh.
  4. Mohon hendaknya semua hukum yang berlaku di negri Hijaz; ditulis sebagai undang-undang supaya tidak terjadi pelanggaran hanya karena belum ditulisnya undang-undang tersebut.
  5. Jam’iyyah NU mohon jawaban tertulis yang menjelaskan bahwa utusan sudah menghadap Raja Ibnu Sa’ud; dan sudah pula menyampaikan usul-usul Nahdlatul Ulama tersebut. (Choirul Anam. Pertumbuhan dan Perkembangan NU (Bisma satu Surabaya 1999))

Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hijaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia. Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah bebas melaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing.

Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab. Hasilnya, mampu menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga. Baca juga Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Cilacap | NUCOM

Sejarah Kelahiran NU

Berangkat dari Komite Hijaz dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc. Maka setelah itu, perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman.

Setelah Komite Hijaz, sejarah organisasi NU (Nahdlatul Ulama) semakin menemukan titik terang pendiriannya. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926).

Dalam Sejarah Kelahiran NU, untuk pertama kalinya KH Muhammad Hasyim Asy’ari memimpin organisasi NU sebagai Rais Akbar. Dan Istilah Rais Akbar hanya tersemat kepada satu-satunya pendiri dan pengerak Organisasi NU, yaitu Hadlatussyekh KH Muhammad Hasyim Asya’ari. Baca juga Struktur Organisasi NU

Organisasi NU pun terbentuk dari proses sejarah ini. Untuk menegaskan prisip dasar organisasi NU ini, maka KH Hasyim Asy’ari merumuskan Kitab Muqaddimah Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kitab tersebut kemudian terejawantahkan dalam Khittah NU yang menjadi dasar dan rujukan warga NU. Sebagai pedoman dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

Melalui halaman ini Media Online NU Cilacap ikut serta mengabadikan dan menebar manfaat dari sejarah organisasi NU. Sudah banyak website atau situs organisasi NU yang mengulas sejarah organisasi Nahdlatul Ulama. Semoga artikel sejarah NU yang pendek ini, memberi tambahan wawasan untuk kita semua. (Tim Redaksi NU Cilacap Online NUCOM)

Back to top button