5 Permohonan Komite Hijaz Kepada Raja Ibnu Saud, Apa Saja?
NU CILACAP ONLINE – Apa saja 5 (lima) permohonan Komite Hijaz kepada Raja Ibnu Saud, mari kita ketahui berasama-sama. Peran Komite Hijaz yang merupakan respon terhadap perkembangan dunia internasional ini menjadi faktor terpenting di balik didirikannya oeganisasi NU.
Berkat kegigihan para kiai yang tergabung dalam Komite Hijaz, aspirasi dari umat Islam Indonesia yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah diterima oleh raja Ibnu Saud.
Kerajaan Hijaz
Hijaz adalah sebuah kerajaan di bagian barat Arabia, berada di bawah pengaruh Ottoman pada tahun 1517 dan Turki mengambil kendali langsung pada tahun 1845. Antara tahun 1900 dan 1908 sebuah kereta api dibangun antara Madinah dan Damaskus yang dikenal sebagai Kereta Api Hijaz.
Selama Perang Dunia I, Grand Sherif Makkah, Sayyid Hussein bin Ali yang awalnya bersekutu dengan Ottoman dan Jerman, mulai diam-diam bernegosiasi dengan Inggris tentang menciptakan (mendeklarasikan) kerajaan Arab. Setelah negosiasi yang berlarut-larut, Hussein menjadi tidak sabar dan memulai apa yang kemudian dikenal sebagai Revolusi Besar Arab (great Revolt) melawan kendali Utsmaniyah pada tahun 1916.
Pada 27 Juni 1916, Hussein memproklamasikan negara Arab, dan akhirnya memproklamirkan dirinya sebagai Raja Hijaz. Setelah Perang Dunia I, orang-orang Arab mendapati kebebasan dari kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah selama berabad-abad. Tetapi di bawah mandat kekuasaan kolonial Prancis dan Inggris.
Ketika mandat ini berakhir, putra-putra Hussein diangkat menjadi raja Transjordan (kelak disebut Yordania), Suriah, dan Irak. Namun, monarki di Suriah berumur pendek. Akibatnya putra Hussein (Faisal) malah memimpin Irak yang baru didirikan.
Ketika Hussein mengangkat dan menyatakan dirinya sebagai Raja Hijaz, dia juga menyatakan dirinya Raja dari semua orang Arab (Malik Bilad-al-Arab). Ini memperburuk konfliknya dengan saingannya, Ibnu Saud (pemimpin Nejd, yang bertetangga).
Dua hari setelah Khilafah Turki dibubarkan pada 3 Maret 1924, Husein mendeklarasikan dirinya sebagai Khalifah. Klaim ini tidak diterima oleh Saud, dan Hussein diserang dan diusir dari Arabia oleh Nejdi. Hijaz dianeksasi ke dalam Kesultanan Najd pada tahun 1925, dan membentuk apa yang akhirnya dikenal sebagai (Kerajaan Arab Saudi) pada tahun 1932.
Gerakan Wahabi
Muhammad bin Saud adalah seorang politikus, yang koalisi dengan Muhammad bin Abdul Wahab untuk mencapai kepentingan politiknya sendiri. Muhammad bin Saud mulai melakukan gerakan pemberontakan kepada kekhalifahan Turki Utsmani pada abad ke-18. Pada masa itu, muncul sosok Muhammad bin Abdul Wahhab, dengan membawa prinsip-prinsip Islam yang murni.
Ketika mendengar hal tersebut, Muhammad bin Saud langsung menyambut baik ajaran yang dibawa Abdul Wahhab dan menjalin hubungan kerjasama
Berkat dukungan dan lindungan Muhammad bin Saud, ajaran Wahabi semakin berkembang kuat dan gerakannya juga semakin kejam. Pada 1773, Muhammad bin Abdul Wahab bersama para pengikutnya dapat menduduki Riyadh dan menyebarkan pemikirannya.
Oleh karena itu, para ahli sejarah beranggapan bahwa berkembangnya ajaran Wahabi tidak dapat dilepaskan dari berdirinya Kerajaan Arab Saudi, yang masih eksis hingga sekarang. Pasalnya, koalisi tersebut juga membuat pengaruh Muhammad bin Saud semakin kuat dan kemudian mendirikan negara Arab Saudi.
Komite Hijaz
Sejak Muhammad Ibnu Saud, Raja Najed (Kesultanan Najed) yang beraliran Wahabi, menaklukkan Hijaz (Mekkah dan Madinah) tahun 1924-1925, aliran Wahabi sangat dominan di tanah Haram. Kelompok Islam lain dilarang mengajarkan mazhabnya, bahkan tidak sedikit para ulama yang dibunuh.
Dengan alasan untuk menjaga kemurnian agama dari musyrik dan bid’ah, berbagai tempat bersejarah, baik rumah Nabi Muhammad dan sahabat termasuk makam Nabi hendak dibongkar.
Dalam kondisi seperti itu umat Islam Indonesia yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah merasa sangat perihatin kemudian mengirimkan utusan menemui Raja Ibnu Saud. Utusan inilah yang kemudian disebut dengan Komite Hijaz.
Komite Hijaz dipimpin oleh ulama Nusantara yang bernama KH Abdul Wahab Hasbullah, dikenal sebagai seorang ulama inisiator dan salah satu pendiri organisasi islam terbesar di Indonesia yakni, Nahdlatul Ulama (NU). KH Abdul Wahab Hasbullah (Mbah Wahab) lahir di Jombang pada tanggal 31 Maret 1888 dan wafat pada tanggal 29 Desember 1971.
Makam KH Abdul Wahab Hasbullah berada di Kompleks makam keluarga Ponpes Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang. Oleh pemerintah, KH Wahab Hasbullah diberikan anugerah sebagai pahlawan nasional.
Sejarah juga mencatat, KH Wahab Hasbullah pernah memimpin Komite Hijaz pada tahun 1926. Komite Hijaz merupakan kepanitiaan kecil yang bertugas menemui Raja Ibnu Sa’ud di Hijaz (Arab Saudi) untuk menyampaikan 5 (lima) permohonan.
Komite Hijaz yang merupakan respon terhadap perkembangan dunia internasional, menjadi faktor terpenting didirikannya organisasi NU. Berkat kegigihan para Kiai yang tergabung dalam Komite Hijaz, aspirasi umat Islam Indonesia yang berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah diterima oleh Raja Ibnu Sa’ud.
5 Permohonan Komit Hijaz
Komite Hijaz bertugas menyampaikan 5 (lima) permohonan, yaitu:
- Memohon diberlakukan kemerdekaan bermazhab di negeri Hijaz pada salah satu dari mazhab empat, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Atas dasar kemerdekaan bermazhab tersebut hendaknya dilakukan giliran antara imam-imam shalat Jum’at di Masjidil Haram dan hendaknya tidak dilarang pula masuknya kitab-kitab yang berdasarkan mazhab tersebut di bidang tasawuf, aqoid maupun fikih ke dalam negeri Hijaz, seperti karangan Imam Ghazali, imam Sanusi dan lain-lainnya yang sudaha terkenal kebenarannya. Hal tersebut tidak lain adalah semata-mata untuk memperkuat hubungan dan persaudaraan umat Islam yang bermazhab sehingga umat Islam menjadi sebagi tubuh yang satu, sebab umat Muhammad tidak akan bersatu dalam kesesatan.
- Memohon untuk tetap diramaikan tempat-tempat bersejarah yang terkenal sebab tempat-tempat tersebut diwaqafkan untuk masjid seperti tempat kelahiran Siti Fatimah dan bangunan Khaezuran dan lain-lainnya berdasarkan firman Allah “Hanyalah orang yang meramaikan Masjid Allah orang-orang yang beriman kepada Allah” dan firman Nya “Dan siapa yang lebih aniaya dari pada orang yang menghalang-halangi orang lain untuk menyebut nama Allah dalam masjidnya dan berusaha untuk merobohkannya.” Di samping untuk mengambil ibarat dari tempat-tempat yang bersejarah tersebut.
- Memohon agar disebarluaskan ke seluruh dunia, setiap tahun sebelum datangnya musim haji menganai tarif/ketentuan beaya yang harus diserahkan oleh jamaah haji kepada syaikh dan muthowwif dari mulai Jedah sampai pulang lagi ke Jedah. Dengan demikian orang yang akan menunaikan ibadah haji dapat menyediakan perbekalan yang cukup buat pulang-perginya dan agar supaya mereka tiak dimintai lagi lebih dari ketentuan pemerintah.
- Memohon agar semua hukum yang berlaku di negeri Hijaz, ditulis dalam bentuk undang-undang agar tidak terjadi pelanggaran terhadap undang-undang tersebut.
- Jam’iyah Nahdlatul Ulama memohon balasan surat dari Yang Mulia yang menjelaskan bahwa kedua orang delegasinya benar-benar menyampaikan surat mandatnya dan permohonan-permohonan NU kepada Yang Mulia dan hendaknya surat balasan tersebut diserahkan kepada kedua delegasi tersebut. Karena untuk mengirim utusan ini diperlukan adanya organisasi yang formal, maka didirikanlah Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 1926, yang secara formal mengirimkan delegasi ke Hijaz untuk menemui Raja Ibnu Saud.
Komite Hijaz dan NU
Demikian 5 (lima) permohonan Komite Hijaz kepada Raja Ibnu Saud. Dari fakta sejarah di atas, kita bisa mengambil benang merah; antara peristiwa penghancuran tempat-tempat suci, makam-makam Ulama, Sahabat hingga keluarga Nabi Muhammad dan tempat-tempat ziarah lainnya oleh rezim Ibn Saud dengan keprihatinan Ulama-Ulama Nusantara dalam Komite Hijaz yang kemudian mengambil peran dalam pembentukan Organisasi Nahdlatul Ulama (NU).