KH Zulfa Mustofa, Penerus Tradisi Menulis Syekh Nawawi Al-Bantani

NU CILACAP ONLINE – KH Zulfa Mustofa adalah Ulama penerus tradisi menulis Syekh Nawawi Al-Bantani; saat ini, termasuk dalam jajaran Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Masa Khidmat 2022-2027. Berikut ini profil siingkatnya.

KH Zulfa Mustofa dilahirkan di Jakarta 7 Agustus 1977. Ayahnya KH Muqarrabin berasal dari Pekalongan, sedangkan ibunya adalah Nyai hajjah Marhumah Latifah berasal dari Kresek 12 kilometer dari Desa Tanara, Banten.

Ibunda KH Zulfa Mustofa merupakan anak Nyai Hajjah Maimunah yang juga ibunda dari ulama terkemuka di Indonesia, KH Ma’ruf Amin. Berarti KH Zulfa Mustofa juga merupakan cucu kemenakan dari Syekh Nawawi al-Bantani.

Riwayat Pendidikan

KH Zulfa Mustofa mulai mengenyam pendidikan formal tingkat dasar di Jakarta hingga kelas tiga SD di Yayasan Al Jihad, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Ketika naik kelas Empat SD, beliau melanjutkan sekolah ke Pekalongan sampai tamat. Beliau kemudian meneruskan pendidikan Tsanawiyah ke Madrasah Tsanawiyah Salafiyah Simbangkulon. Saat naik ke kelas 2 Tsanawiyah, beliau pindah ke Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah.

Saat nyantri di Kajen, bagi KH Zulfa Mustofa ada dua orang guru yang sangat istimewa dan berkesan yaitu KH M.A. Sahal Mahfudh (mantan Ketua Umum MUI Pusat dan Rais Aam PBNU) dan KH Rifa’i Nasuha yang merupakan guru dari Kiai Sahal. Pada tahun 1996 beliau menyelesaikan pendidikan Madrasah Aliyah, lalu kembali ke Jakarta.

Usai tamat Aliyah, KH Zulfa Mustofa mempunyai keinginan untuk melanjutkan kuliah di Mesir. Namun, keinginannya untuk kuliah ke Timur Tengah tidak bisa terwujud karena 1 ayahnya wafat tepat pada malam Idul Fitri.

Sepeninggal ayahnya, beliau kemudian menggantikan posisi ayahnya untuk mengajar di majelis-majelis taklim yang diasuh ayahnya semasa hidup, sekitar lima majelis taklim. Ketika itu usianya masih 19 tahun. KH Zulfa Mustofa sendiri mempunyai majelis taklim yang bernama Darul Mustofa berdiri tahun 2000.

Penerus Tradisi Menulis Syekh Nawawi Al-Bantani

Banten merupakan salah satu daerah yang menjadi peradaban Islam Nusantara. Dari Banten banyak lahir para ulama yang alim dalam bidangnya, bahkan menghasilkan karya-karya monumental yang bermanfaat bagi umat Islam dunia.

Sejak masa Kesultanan Banten, telah bermunculan ulama-ulama yang telah menuangkan ilmu dan pemikirannya dalam bentuk kitab. Seperti, Syaikh Abdullah bin Abdul Qahhar al-Bantani yang karya-karyanya telah menjadi kajian para akademisi dunia, di antaranya kitab Masyahid al Nasik fi Maqomat al-Salik, Syekh Abdusyukur al-Bantani yang terkenal sampai ke Maranao Filipina, Syekh Nawawi Mandaya al-Bantani pengarang kitab Murad al-Awamil dan Kitab Murad al Ajurumiyah dan tentunya Syekh Nawawi al-Bantani yang karya-karyanya mewarnai ilmu pengetahuan dunia dari abad 20 hingga abad 21.

Setelah kemerdekaan Indonesia, ulama-ulama Banten juga terus bermunculan dengan berbagai karyanya, seperti Syekh Tubagus Muhammad Bakri pengarang kitab Fawaidul Mubtadi, kelahiran Pandeglang yang kemudian tinggal di Purwakarta.

Selain itu ada nama Syekh Syanwani bin Abdul Aziz Tirtayasa yang mengarang kitab nadzam-nadzam bahar rajaz dalam fan ilmu fikih, ilmu tauhid dan ilmu nahwu. Kemudian ada Syekh Mufti Asnawi Cakung yang mengarang kitab Amtsilat al-I’rab. Dan Syekh Humaid Tanara yang menulis Syarah al-fiyah Ibnu malik.

Generasi di bawah para ulama yang telah disebutkan, muncul nama KH Imaduddin Utsman al Bantani yang banyak menulis kitab Bahasa Arab dalam berbagai fan ilmu seperti Kitab Nihayat al-Maqsud yang mensyarahi kitab Nadzam Maqsud yang sangat terkenal dalam ilmu Sharaf; Kitab al-Syarah al-Maimun yang mensyarahi kitab al-Jauhar al-Maknun yaitu Nadzam dalam Ilmu Balaghah; Kitab Talkhis al Hushul yang mensyarahi kitab nadzam Waraqat dalam masalah usul fikih yang bernama Tashil al Thuruqat fi al Ushul; kitab al-Fikrah al-Nahdliyyah yang mendapat banyak apresiasi warga Nahdliyyin; serta masih banyak lagi kitab syarah lainnya.

Kitab Karya KH Zulfa Mustofa

Kemudin di era milenial saat ini muncul penerus ulama salaf yaitu KH Zulfa Mustofa (Wakil Ketua Umum PBNU) dengan kitabnya terbarunya yaitu kitab Tuhfatul Qashi wa Dani, Kitab Tuhfatul Qashi wa Dani adalah kitab ketiga yang dikarang Kiai Zulfa setelah kitab Al-Fatwa wa Ma La Yanbaghi Li al-Mutfaqqih Jahluhu dan Diqqat al-Qonnas fi Fahmi Kalam al-Imam al Syafi’i. Kitab yang berisi 50 bait nadzam ini ditulis kurang lebih selama 100 hari, dimulai tanggal 13 Agustus 2021 dan selesai 10 November 2021.

Kiai Zulfa Mustofa
KH Zulfa Mustofa (Tengah, Baju Biru) Wakil Ketua Umum PBNU Masa Khidmat 2022-2027

Dalam kitab ini, KH Zulfa Mustofa menguraikan tentang biografi dan sanad Syekh Nawawi Al Bantani melalui bait-bait nadzam dengan lantunan bahar rojaz. Sebuah pola dalam menggubah syair arab yang banyak dijumpai di dalam kitab kitab nadzam di pesantren, yang dibaca oleh para santri sebelum memulai pelajaran. Dan untuk mempermudah kepada para pembaca, nadzam yang berisi 50 bait ini, diberi nama oleh Kiai Zulfa dengan Al Mandzumah An Nawawiyah Wal Khasais Al Nahdliyah.

KH Zulfa menulis rinci tentang Syekh Nawawi mulai dari kehidupannya, nasabnya, guru gurunya, muridnya yang tersebar di Indonesia dan asia tenggara, dan karya-karyanya. Dan Kiai Zulfa menjelaskan bahwa kakeknya Abdullah ibn Umar adalah saudara kandung dari Syekh Nawawi Banten. (Tuhfatul Qashi wa Dani, Hal. 3).

Sebelumnya, karangan KH Zulfa adalah kitab al-fatwa wa Ma La Yanbaghi Li al-Mutafaqqih Jahluhu dan kitab Diqqat al Qonnas fi Fahmi Kalam al Imam al-Syafi’i. kitab yang pertama terdiri dari empat bab; bab yang pertama membahas tentang masalah-masalah fatwa dan hal yang berkaitan dengannya seperti kedudukan fatwa, mufti, tantangan-tantangan fatwa dan sebagainya termasuk bagian bagian ijtihad.

Bab yang kedua dari buku karya KH Zulfa Mustofa yang berjudul al-Fatwa ini menerangkan tentang sumber sumber pengambilan sebuah fatwa, di dalamnya diterangkan berbagai macam sumber yang disepakati dan yang tidak disepakati; bab yang ketiga menjelaskan tentang metodologi metodologi fatwa yang dilakukan oleh para mujtahid, di antaranya tentang hubungan antara ijtihad dan istinbath; pengakomodiran maqashid al-syari’ah dalam istinbath; peran ‘aqal dalam ijtihad dan interaksinya dengan nash dan memahami maqashid; dan diterangkan pula tentang metodologi bahtsul masa’il dikalangan Nahdlatul Ulama, metodologi tarjih Muhammadiyah, dan metodologi fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI).

Sedangkan bab yang terakhir menjelaskan tentang prinsip prinsip yang digunakan ulama Indonesia dalam menghadapi dalil-dalil kontradiktif dan bagaimana sikap mereka menghadapi perbedaan perbedaan ulama dalam fikih. Kitab yang tebalnya mencapai 325 halaman ini disajikan oleh ulama muda Banten ini dengan bahasa yang memadukan antara bahasa Arab Klasik dan Bahasa Arab Modern.

Kitab kedua yang dikarang KH Zulfa Mustofa adalah kitab Diqqat al Qonnash fi fahmi Kalam al-Imam al-syafi’i. Ihwal Kitab ini yaitu menerangkan tentang bagaimana hukum hanya bisa digali dari dua sumber yaitu nash dan haml ala al-nash, metode pertama dilakukan ketika suatu kejadian hukum ditemukan nash atau dalilnya secara langsung; dan haml ala al-nash yaitu dengan dua metode yaitu istinbath qiyasi dan istinbath maqosihidi.

Sumber : Majalah Risalah Edisi 130 Tahun XVI 1443H Juni 2022

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button