Ning Sheila; Bagaimana Wanita Karir Dalam Pandangan Islam?

NU CILACAP ONLINE – Bagaimana wanita karir dalam pandangan Islam? Inilah tema besar yang diangkat dalam talkshow bersama Ning Sheila Hasinah di Sena Hall Kroya Cilacap pada Ahad (11/6/23).

Talkshow yang dinisiasi oleh Pimpinan Anak Cabang (PAC) Fatayat NU Kroya ini digelar dalam rangkaian acara Harlah Fatayat NU ke 73. Ratusan santri dan Kader Fatayat mengikuti acara ini dengan antusias. hadir juga para nyai dan nawaning serta pengurus Pimpinan Cabang (PC) Fatayat NU Cilacap.

Seputar Wanita Karir

Sesuai dengan tema yang diangkat pada hari itu yakni “Wanita Karir Dalam Perspektif Islam”, selebgram sekaligus pengasuh pesantren Albaqoroh Lirboyo Kediri Ning Sheila Hasina hari itu berbicara tentang wanita berkarir dalam pandangan agama Islam.

Pada awal paparannya ning Sheila mengungkap bahwa sebenarnya Wanita berada pada situasi dilematis di mana ia dituntut untuk mandiri tapi dibebani dengan tugas rumah tangga.

“Wanita ditugaskan untuk di rumah, tapi kalau hanya di rumah maka sulit untuk mandiri. Padahal nabi sendiri bersabda و لا تكونوا كلا على الناس, janganlah kamu menjadi beban bagi manusia lainnya,” ujarnya.

Ia pun bercerita bahwasannya mendiang Nyai Umi Kutsum, istri KH Anwar Mansur Lirboyo seringkali berpesan agar para bu nyai harus bisa mandiri.

“Jangan menjadi bu nyai yang mudlof ilaih, maksudnya jangan menjadi bu nyai yang numpang (bergantung) kepada suami. Maksud beliau adalah mensuport kepada para nyai agar menjadi wanita yang mandiri,” terang ning Sheila.

Norma atau Batasan Wanita Berkarir

Berbicara tentang apa yang harus diperhatikan oleh wanita Muslimah yag berkarir, maka tidak lepas dari beberapa hal. Seperti adanya mahram yang mendampingi, menutup aurat, tidak berdandan yang berlebihan, dan lain sebagainya.

“Dalam madzhab syafi’i sebenarnya saat keluar dari rumah harus ada mahram atau kalau tidak, ada wanita lain (temannya) yang bisa dipercaya.

Sebelum berbicara lebih lanjut, ning Sheila menegaskan, apa itu karir apa. menurutnya karir adalah pencapaian dalam hidup.

“Jadi sebenarnya karir tidak selalu tentang pekerjaan. Bisa pencapaian dalam kelimuan, ekonomi, dan sebagainya,” kata ning Sheila.

Maka karir pertama yang harus dicapai dalam Islam adalah ilmu. Kemudian baru dia bisa menjejagi karir sesuai dengan kehidupannya, entah itu karir dalam ekonomi, berkarir di dalam keilmuan selama tidak keluar dari norma-normanya.

Berbicara norma dalam Wanita berkarir tidak keluar dari permasalahan wanita keluar harus dengan mahram, wanita tidak boleh berdandan yang memicu syahwat dan sebagainya. Berikut norma-norma yang harus diperhatikan oleh wanita karir.

Mahram

Ning Sheila menyebut, Wanita adalah madzinnatul fitnah, tempat munculnya dugaan fitnah. Maka dalam madzhab Imam Syafii, wanita keluar rumah harus ada mahrom atau boleh juga wanita lain yang bisa dipercaya untuk melindungi dirinya dari timbulnya fitnah.

Fitnah di sini menurut ning Sheila adalah segala hal yang mendorong pada zina dan muqoddimahnya. Namun kemudian, ketika wanita sudah amnul fitnah (aman dari fitnah) saat keluar sendirian, maka diperbolehkan.

“Maka wanita yang sudah amnul fitnah keluar sendirian diperbolehkan. Namun bila ada dzon atau persangkaan akan timbul fitnah, maka menjadi makruh. Bila dzon itu sudah besar maka menjadi haram hukumnya wanita keluar rumah sendirian,” tegasnya.

Menutup Aurat dan Berdandan

Menghadapi fenomena saat ini di mana banyak wanita berhijrah yang ditandai dengan pakaian syar’i, jilbab lebar dan bercadar, ning Sheila mengatakan bahwa ini pemahaman yang keliru.

“Maslah wanita berhijab lebar sampai memakai cadar, ini sifatnya adalah furi’iyah. Di negara-negara Arab banyak wanita memakai pakaian seperti ini karena menjadi adat di sana.

Kalau ditinjau dari segi fitnah, di Indonesia tidak sama dengan di Arab. Di Arab pakaian hitam-hitam bercadar sudah menjadi adat, maka tingkat fitnahnya lebih tinggi ketika wanita melepas cadar apalagi berdandan. Baca juga 4 Kriteria Anak Dalam Al-Qur’an

Maka kebiasaan memakai cadar di Indonesia tidak sesuai mengingat di sini masyarakatnya heterogen.

“Di Yaman misalnya, orang membuka cadar adalah aib, apalagi berdandan. Maka ini tidak relevan diterapkan di Indonesia yang masyarakatnya heterogen. di mana Wanita yang tertutup tidak sebanyak yang tidak tetutup, maka ini menjadikan minimnya fitnah di Indonesia.” lanjut ning Sheila.

Dengan demikian maka tingkat hukum berdandan tidak bisa dipatok tetapi disesuaikan dengan kondisinya. Kalau tarafnya hanya sebatas hulful fitnah boleh, kalau dzon fitnah hukumnya makruh, tapi kalau tahaqquq fitnah maka haram.

Ijin dari Suami

Hal berikutnya yang harus diperhatikan Wanita karir adalah suport dari orang-orang terdekat. Masalahnya penghambat wanita untuk berkembang kalau sudah menikah yang nota bene wanita yang sudah menikah, maka ridhonya berpindah pada suami.

“Kalau saya bisa tampil di depan umum, ini semata-mata karena cak Ahmad (suami) mengizinkan,” ungkap Ning Sheila.

Lebih lanjut kata ning Sheila wanita karir sesudah berumah tangga, boleh selama  mendapatkan suport dari orang-orang terdekat terutama suami.

“Tetapi bila suami tidak mengizinkan, maka perlu memperlajari ulang apa yang didhawuhkan oleh para masyayikh. Bahwa karir sesungguhnya wanita adalah di dalam rumah yakni mencetak anak-anak yang sholih-sholihah,” sambungnya.

“Maka kesimpulannya, bila wanita berkarir yang belum menikah yang terpenting adalah ijin orang tua. Apa bila sudah menikah maka yang terpenting adalah ijin suami,” tandasnya. (Naeli)

Baca juga Talk Show Bareng Gus Ahmad Kafa dan Ning Sheila Hasina

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button