Santri Milenial: Tak Boleh Gagap Teknologi (Gaptek)

NU CILACAP ONLINE – Santri Milenial dengan tantangan teknologi yang ada mengiringi penetapan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional, dan santri, saat ini sudah lebih melek ketimbang gagap teknologi.

Penetapan itu sendiri sebagai bentuk penghormatan negara terhadap santri yang telah ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Penetapan tersebut menjadikan nama santri kian melambung dan dielu-elukan masyarakat. Keberadaan santri semakin vital untuk menyeimbangkan arus globalisasi modernisasi.

Santri merupakan bagian dari penerus kehidupan bangsa dan agama. Sebagai generasi penerus, santri dituntut mengikuti dinamika kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Utamanya dalam menghadapi era globalisasi modernisasi. Oleh karena itu, tak asing terdengar istilah santri milenial.

Siapa Santri Milenial?

Lantas apa sebenarnya santri milenial itu? Santri milenial adalah seseorang yang sedang memperdalam ilmu agama sekaligus ilmu pengetahuan dan teknologi. Maksudnya, santri saat ini tidak hanya belajar agama (keislaman, fiqih, tauhid, dan sebagainya), akan tetapi mereka juga dituntut mengikuti perkembangan zaman, salah satunya dengan belajar ilmu pengetahuan dan teknologi.

Mempelajari agama memang wajib dan amat penting, akan tetapi santri tidak boleh menutup mata terhadap realita zaman. Apabila santri tutup mata, santri akan sulit menelaah dan menyeimbangkan diri dengan tuntutan zaman. Sederhananya, santri dengan kemampuan mengoperasikan komputer akan lebih kompetitif.

Ada tuntutan zaman,  situasi, kondisi bahkan skill bahwa Santri Milenial tak boleh gagap teknologi, gaptek. Gaptek adalah sebuah julukan untuk orang yang gagap teknologi. Seiring berkembangnya dunia digital, sudah pasti setiap hari kita menggunakan internet dan melakukan interaksi secara online.

Mempelajari teknologi bagi santri dapat menjadi ikhtiar syiar Islam terhadap dunia. Bahwasanya, santri tidak cuma pandai mengaji, tetapi mereka juga lihai menjalankan teknologi bahkan dapat menciptakan teknologi baru. Apabila kaum muslim (santri) tak mau membuka mata dengan teknologi, maka jangan heran jika muslim terus-menerus tertinggal.

Sebuah kalam indah menyebutkan, ““Uthlubul ‘ilma minal mahdi ilal lahdi.” Artinya, tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahat. Maka selama hidung masih bisa menghirup nafas, teruslah menuntut ilmu. Tidak ada batasan dalam menimba ilmu. Jangan sampai karena saklek belajar agama, seorang santri mengabaikan ilmu pengetahuan yang lain.

Baca juga Teknologi dan Pentingnya Nilai-Nilai Islami

Santri NU Milenial

Perkembangan zaman yang kian pesat menuntut santri belajar ilmu pengetahuan dan tekonologi (iptek) lebih giat. Khususnya santri NU, mengembangkan kemampuan iptek untuk memajukan NU merupakan bagian khidmat pada NU. Santri NU milenial tidak boleh gagap teknologi.

Dengan mempelajari teknologi, NU dapat menggerakkan media sebagai pusat informasi publik. Citra dan eksistensi NU akan terus melambung seiring santri NU ini tekun mengikuti perkembangan iptek.

Saat ini, media NU masih harus terus bersaing dengan media lain di ruang digital. Di sinilah peran santri milennial teramat vital untuk senantiasa menyeimbangkan digitalisasi media NU dengan media lain. Santri tak boleh apatis dengan modernisasi. Santri harus paham dengan realita masyarakat sekarang dengan ciri kecanggihan teknologi.

Terakhir, perlu digarisbawahi bahwa santri yang termasuk dalam esai ini bukan saja mereka yang belajar di pondok pesantren. Namun, mereka yang belajar agama, belajar ilmu pengetahuan, dan teknologi disebut santri milenial. Sebab ciri khas seorang santri yaitu tidak pernah berhenti belajar. Selama masih mau belajar, termasuk nguri-uri NU patut sebagai santri.

Editor : Naeli Rokhmah
Foto: The Express Tribune

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button