Umrah Sunnah 2 Ji’ranah, Haji Riang Gembira 2023 Part 18

NU CILACAP ONLINE – Umrah Sunnah yang kedua program KBIHUNU Cilacap dilaksanakan dengan mengambil miqat di Ji’ranah. Ji’ranah adalah kota di pinggiran Makkah arah ke Jeddah yang berjarak sekitar 30 km dari Masjidil Haram. Kota ini menjadi menarik karena menurut beberapa sumber, Rasulullah beberapa kali mengambil kota Ji’ranah sebagai titik awal umrah.

Mereka berdua berjalan pelan, seperti ragu. Apakah jalan yang ditempuhnya itu benar dan bisa sampai di hotel, atau justru menjauh dari hotel, dan akhirnya kesasar? Dari arah belakang, saya menepuk pundaknya sambil bertanya, “sampun rampung sedaya napa pak?” Beliau kaget, lalu menengok sambil menatap tajam ke saya dan menjawab, kompak dengan istrinya, “Alhamdulillah, sampun rampung sedanten”. Jawab beliau sembari mengajak saya bersalaman. Dengan dialek bahasa yang saya gunakan, mungkin beliau merasa mendapat teman yang bisa membantu mengantarkannya sampai ke hotel. Apalagi saya mengaku bahwa kita tadi berangkat bareng dari Ji’ranah sebagai titik awal atau miqat.

Kuat sekali beliau memegang telapak tangan saya dan terus menyampaikan ucapan terima kasihnya, “Matur Nuwun sanget pak Wahid, matur Nuwun sanget pak Wahid. Alhamdulillah kita dipertemukan oleh Allah nggih…” Saya hanya nggih-nggih saja agar tidak merusak suasana. Itu adalah ungkapan kebahagiaan yang sangat dari pasangan suami istri bapak Suwarto dan Ibu yang berasal dari Gandrungmangu, tergabung di kloter SOC 69. Di bawah sinar lampu-lampu yang temaram, saya melihat jelas binar kebahagiaan dari mata dan kerut wajah pasangan setia itu.

Peristiwa itu terjadi pada Minggu dini hari tadi sekitar pukul 02.30 di sekitar pelataran Masjidil Haram usai yang bersangkutan melaksanakan umrah sunnah yang kedua bersama jamaah KBIHU NU Cilacap kloter SOC 69.

Seperti diketahui, ketua kloter SOC 69 bernama Wahid Shobirin. Beliau adalah pegawai di Kementerian Agama kabupaten Cilacap. Saya yakin pak Suwarto yang kemudian mengaku bernama Suwarto al Fauzi sudah mengenal dengan baik pak Wahid sebagai ketua kloter. Paling tidak mengenal namanya dan kiprah beliau di dalam melakukan pelayanan-pelayanan kepada jamaah di kloternya, hingga nama Wahid melekat kuat di benak bawah sadarnya.

Artikel Terkait

Saya membiarkan saja ketika pak Suwarto tetap memanggil saya dengan sebutan pak Wahid, walaupun pada saat awal ketemu saya sudah bilang bahwa saya Fahrur Rozi. Tetapi mungkin karena kondisi bising oleh suara orang-orang dan mesin-mesin, ditambah dengan kebahagiaan tidak bakalan kesasar pulangnya, beliau tetap menyebut saya sebagai pak Wahid.

Umrah sunnah adalah umrah yang dilaksanakan sewaktu-waktu atau kapan saja di luar batas waktu haji

Pun demikian pula ketika sudah sampai di terminal beliau minta dipotong rambutnya (tahallul) sebagai tanda telah selesai melaksanakan umrah. Tanpa merasa bersalah, beliau tetap saja menyebut saya, pak Wahid.

Ya, sudah. Berarti pak Wahid memang keren, melekat namanya di hati jamaahnya. Tetapi di dalam hati saya menghibur diri, Allah tidak akan tertukar dalam memberikan pahala atas kebaikan yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya. Dengan cara ini, saya tidak perlu merasa kecil hati, dan tetap bisa memberikan layanan yang seimbang.

Umrah sunnah yang kedua program KBIHU NU Cilacap dilaksanakan dengan mengambil miqat di Ji’ranah. Ji’ranah adalah kota di pinggiran Makkah arah ke Jeddah yang berjarak sekitar 30 km dari haram. Kota ini menjadi menarik karena menurut beberapa sumber, Rasulullah beberapa kali mengambil kota Ji’ranah sebagai titik awal umrah.

Menurut sejarahnya, di Ji’ranah terdapat sebuah sumur yang menjadi bukti mukjizat Rasulullah Muhammad SAW. Letak sumur ini berada di belakang Masjid. Tetapi saat ini sulit ditemukan di mana sebenarnya letaknya setelah otoritas Arab Saudi menutup sumber mata air itu. Alasanya, mencegah syirik, yakni terjadinya perbuatan menyekutukan Allah.

Sekedar penanda sumur itu berada juga sudah tidak ada. Penanda sumur itu saat ini hanya ada Masjid Ji`ranah yang menjadi titik mula (miqat) umrah oleh umat Islam.

Masjid Ji`ranah memiliki nilai sejarah tinggi bagi umat Islam karena Rasulullah SAW beberapa kali menjadikannya sebagai miqat dengan mengenakan kain ihram dan mulai berniat sebelum umrah atau haji.

Sebuah sumber mengatakan bahwa sumur Ji`ranah muncul dari mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad saw. Nabi bersama para sahabat usai menjalani Perang Hunain berada di Ji`ranah dan merasa kehausan karena perbekalan air habis. Atas izin Allah, Nabi Muhammad saw memukulkan tongkatnya ke bumi, lalu keluarlah air yang banyak. Dalam beberapa kurun waktu berikutnya, sumber mata air itu dibuat menjadi sumur. Konon, air sumur ini memiliki hasiat dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Kami, jamaah KBIHU NU Cilacap yang tergabung di kloter SOC 69 berangkat dari hotel pada pukul 20.00, dipimpin oleh mas Arif Himawan, dibantu para petugas haji, karu, dan karom. Sampai Ji’ranah pas adzan Isya. Jadi begitu sampai di sana kami langsung melaksanakan shalat Isya berjamaah. Bacaan imamnya fasih sekali.

Usai shalat Isya, jamaah terus melaksanakan shalat sunnah ihram sekaligus niat umrah. Lalu naik kembali ke bus masing-masing. Saya kebagian bus 4. Saya mengingatkan kepada jamaah bahwa umrah itu seperti haji. Muharramatil ihramnya sama. Untuk perempuan semua harus tertutup, selain wajah dan telapak tangan. Jadi mohon masker dicopot saja. Kalau melanggar ya kena dam.

Sekira jam 22.00 bus sampai di Shib Emir. Kami saling menunggu yang masih di belakang. Setelah kumpul semua, jamaah bergerak masuk ke Masjidil Haram, tepatnya ke mathaf di lantai dasar yang langsung bisa berdekatan dengan Ka’bah.

Seperti biasa, jamaah tanpa dikomando terpecah menjadi beberapa kelompok karena desakan orang-orang yang memiliki keinginan yang sama, mengagungkan asma Allah, memenuhi panggilan-Nya, dengan melaksanakan thawaf.

Usai thawaf, jamaah melanjutkan sa’i. Pada kira-kira pukul 01.00 seluruh prosesi umrah selesai. Saya sudah sendirian. Kadang kepethuk dua, tiga atau lima orang. Saya memilih untuk pulang belakangan, siapa tahu ada jamaah yang tertinggal. Aslinya biar bisa istirahat terlebih dahulu. Kaki sudah lempoh sekali. Saya menunggu, tapi sebetulnya istirahat. Terserahlah istilahnya.

Pukul 02.30 saya memutuskan pulang, dengan tenaga yang masih tersisa. Nah, dalam perjalanan pulang itulah saya ketemu 2 orang berslayer hijau khas KBIHU NU Cilacap. Saya langsung mengenali dan mendekatinya. Mereka pasangan suami istri. Berjalan pelan dan ragu. Mereka itulah pasangan Bapak Suwarto al Fauzi dan Ibu sebagaimana yang saya sudah ceritakan di atas.

Sesampai di hotel dan memasuki lift, saya perjelas lagi pertanyaan saya, bapak saking pundi ? Beliau jawab, Gandrungmangu, Bulusari. Terus saya bilang, saya juga Gandrungmangu Pengampiran, bu Salamah. Kulo Fahrur Rozi. Ooo… itu teman saya. Mereka baru ‘ngeh’. Lalu mengingat ketika ibu saya bersilaturahmi ke beliau dan mengatakan bahwa, anaknya juga haji tahun ini, tapi petugas. Percakapan ini aslinya menggunakan bahasa Jawa.

Sekali lagi, beliau mengajak saya bersalaman, berterima kasih kepada Allah yang telah mempertemukan. Beliau bilang kamarnya di lantai 6. Saya di lantai 8. Ketika pintu lift terbuka di lantai 6, mereka keluar dan saya ikuti, lalu moment ini saya jepret untuk saya kirim ke Ibu. Mereka bahagia sekali. Kebahagiaan mereka berdua masih jelas terlihat sampai mereka memasuki kamar masing-masing. (Bersambung ke part 19)

Tentang Penulis

Tentang Penulis

Fahrur Rozi, ketua Lakpesdam PCNU Cilacap, kepala LP2M Universitas Nahdlatul Ulama Al-Ghazali (UNUGHA) Cilacap. (Tharawat Hotel Misfalah, 9 Juli 2023)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button