Bencana Alam Bukan “Cobaan” Bagi Manusia? Interpretasi Diksi

NU CILACAP ONLINE – Bencana Alam Bukan “Cobaan” Bagi Manusia? Apakah sebenarnya cobaan hidup itu tidaklah ada? Mungkinkah manusia sejauh ini menginterpretasikan cobaan memang salah kaprah?

Bencana Alam Bukan Sering kali manusia terkecoh pada hal interpretasi diksi antara cobaan hidup, pilihan hidup, dan konsekwensi hidup. Yang mana sebenarnya semua bentuk pilihan kata tersebut ada atas dasar cara berpikir itu sendiri tentang interpretasi yang salah”.

Maka tentang bencana alam sendiri yang diakibatkan oleh fenomena alam. Yang itu sudah menjadi konsekwensi manusia. Mungkinkah kata cobaan dari sebuah bencana alam sendiri dapat dikategorikan sebagai cobaan bagi manusia?

Sebab itu tentang cobaan hidup manusia, yang mana itu selalu menjadi dalih manusia untuk menerima segala sesuatunya. Tanpa ada upaya pencegahan yang dapat dilakukan terhadap kemungkinan yang terjadi sebagai bencana alam. Yang mungkin itu adalah buah dari pilihan hidup manusia sendiri kemudian berubah menjadi suatu konsekwesi untuk hidup mereka.

Apakah sebenarnya cobaan hidup itu tidaklah ada? Mungkinkah manusia sejauh ini menginterpretasikan cobaan memang salah kaprah? Tetapi dengan sejumlah fenomena hidup yang tak terduga-duga salah satunya bencana yang diakibatkan oleh alam, bisakah demikian dinamakan cobaan bagi manusia?

Uniknya Hidup

Memang pemikiran tentang hidup manusia ini unik. Saya sendiri sebagai manusia juga terkadang merasa sangat kecil dan bukan apa-apanya dihadapan alam semesta yang luas menyimpan berbagai misteri kehidupan.

Sebagai contoh yang kecil. Kita, antara Anda dan Saya tidak dapat memprediksi kapan persisnya hujan itu akan turun meski pandangan akan datangnya hujan dapat dilihat dari tanda-tandanya seperti adanya mendung di langit.

Baca juga

Begitu juga adanya petir atau tidak. Juga merupakan sesuatu yang tidak terprediksi. Bahkan ada korban jiwa dari hujan dan petir atau tidak. Itu juga kita tak pernah tahu. Tetapi hujan petir itu dapat kita dilihat. Bagiamana waktu dan pekatnya awan yang akan saling bertabrakan di langit dapat dijadikan rujukan akan hujan disertai petir atau tidak.

“Artinya tanda-tanda alam sendiri. Bukan secara buta tidak dapat dilihat manusia. Apalagi saat ini di mana ilmu pengatahuan atau “sains” semakin maju. Tanda-tanda alam yang diprediksi dengan kecerdasan artifisail manusia menjadi sesuatu yang dapat terprediksi”.

Kembali pada pembahasan hujan dan petir di sisi lain. Terkadang tidak hanya mendatangkan berkah bagi manusia. Kadangkala juga mendatangkan musibah bagi mereka. Hujan jika itu bebarengan dengan petir dapat menelan korban jiwa sesuatu yang tak dapat disangkal. Ada saja berita orang-orang yang meninggal tersambar petir saat sedang melakukan aktivitas di ruangan terbuka seperti sawah dan lain sebagainya.

Di sisi lain musibah dari hujan sendiri yang debit airnya tidak terprediksi hujan terus menerus. Itu juga membuat petani gagal panen. Tentu karena lahan pertaniannya ikut banjir, yang membuat tanaman sendiri hancur terendam air.

Namun keberkahan akan hujan juga tak kalah besar. Sebab petani tanpa air, tanamannya mungkin mustahil dapat tumbuh. Kebutuhan manusia dalam hidup juga tergantung pada kandungan air.

Ketergantungan manusia dengan air sendiri tercermin bagaimana dalam tubuh manusia kebanyakan merupakan cairan. Di mana tubuh sangat memerlukan air untuk dapat terus melanjutkan hidup.

Air juga merupakan kebutuhan dasar rumah tangga yang tak dapat dikesampingkan peranannnya bagi manusia. Mandi, mencuci baju, mencuci piring dan lain sebagainya membutuhkan air.

Maka dengan sejumlah berkah dan musibah dari alam semesta itu sendiri, yang mana berbagai fenomena alam disatu sisi mendatangkan berkah di sisi lain juga merupakan musibah.

Saya kira tidak hanya air di alam semesta ini yang mendatangkan berkah sekaligus musibah. Namun juga lain-lainnya seperti Gunung berapi yang tanahnya subur dapat meletus, tanah longsor, Gempa Bumi, Tsunami dari laut dan segala macam bentuk bencana di akibatkan oleh fenomena alam dan keberkahan keberadaaanya masing-masing.

Apakah mungkin keberkahan alam dan musibahnya dapat manusia atur sebagaimana itu merupakan pilihan hidup yang ingin dipilih manusia, yang mana juga dapat menjadi konsekwensi yang sepadan bagi hidup mereka sendiri antara manusia dan alam yang saling menopang hidup satu sama lain?

Alam dan Manusia

Tentu atas dasar apa yang diusahakannya sebagaiamana menjaga berkah dan musibah hidup lepas dari konsekwensi hidup yang ada bagi kehidupan manusia. Antara alam dan manusia bukanlah sesuatu yang terpisah.

Artinya ada gerak pilihan bagaimana memperlakukan satu sama lain. Ada pula konsekwensi yang harus diterima satu sama lain. Sebab hubungan alam dan manusia adalah hubungan horizontal yang satu sama lain saling membutuhkan.

Meski pada kenyataanya manusia memang tidak akan dapat memprediksi apapun yang akan terjadi di hidupnya. Tetapi dengan pola bagaimana sebab dan akibat itu. Kenyatanya semua dapat diprediksikan bagaimana kedepan itu akan terjadi baik untuk pribadi manusia maupun alam semesta di dalamnya.

Tak lain factor dari pengetahuan atau “sains” yang berkembang. Juga merupakan salah satu upaya memprediksikan setiap kejadian itu. Baik yang berkaitan dengan manusia, alam dan juga factor-faktor yang dapat terjakau bagi nalar manusia.

Sebagaimana tanaman yang ditanam petani akan gagal atau berhasil dalam panenannya. Semua bergantung dengan berbagai formulasi, baik sains dan pengetahuan-pengetahuan lainnya untuk mencapai keberhasilan menanam.

“Tanaman padi akan berhasil panenannya jika ditanam pada musim penghujan. Disisi lain hama tanaman yang memang bagian dari makluk alam yang setiap tahun keberadaannya pasti ada. Dengan berbagi temuan dari pengtahuan. Obat-obatan pertanian dapat meredam laju hama yang merugikan. Artinya semua dapat di cegah  bentuk dari proyeksi-proyeksi meminimalisir titik kerugiaannya”.

Begitu juga dengan fenomena baik banjir, tanah longsor dan lain sebagainya meski ada bencana alam lain seperti tsunami, gempa bumi dan gunung meletus yang tidak dapat diprediksi kapan terjadi.

Tetapi kepastian tentang adanya aktivitas geologi atau tanah yang pasti menyebabkan gempa bumi. Juga aktivitas vulknisme pada gunung-gunung berapi, yang mana itu semua juga merupakan entitas alam yang hidup. Suatu saat tetap akan terjadi aktivitasnya yang membuat adanya fenomena alam bahkan bencana dari alam baik gempa bumi maupun gunung berapi yang meletus.

Mungkinkah dengan kepastian yang dibuat dari alam sendiri untuk manusia dan makluk hidup lainnya. Bencana alam sendiri yang melekat pada fenomena alam itu merupakan sebuah tafsir dari cobaan untuk manusia. Apakah artinya siapa pun harus berpasrah pada itu?

Tentu tidak, sehubungan dengan hubungan horizontalnya alam dan manusia. Yang artinya hidup bersama alam. Manusia juga harus memahami berbagai fenomena dari kepastian akvititas yang terjadi pada alam itu sendiri.

Selain itu factor-faktor bagaimana manusia memilih pilihan yang menimbulkan berbagai konsekwensi sendiri seperti eksploitasi alam yang keterlaluan.

Itu semua dapat menambah aktivitas alam sendiri yang kurang bersahabat seperti bencana banjir dan tanah longsor yang sebenarnya bisa dihindari dengan sadar lingkungan oleh manusia. Seperti tidak menebang pohon sembarangan dan membuat drainase yang cukup untuk mengalirkan air hujan penyebab banjir.

Maka dengan fenomena alam lain yang disebut sebagai bencana seperti gempa bumi, tsunami, dan gunung meletus. Itu merupakan fenomena alam yang dapat terjadi kapan pun.

Artinya jika manusia mempersiapkan mitigasi kebencanaan, sadar akan fenomena alam yang pasti kapan pun dapat terjadi. Langkah preventive mempersiapkan berbagai kemungkinan fenomena alam yang dapat menjadi bencana dapat diperkecil dampaknya pada manusia.

Maka diksi tak tepat jika fenomena alam sebagai bencana alam harus diterima begitu saja tanpa ada upaya mempersiapkan adanya bencana dan memperkecil resiko kebencanaan dari fenomena alam bagi manusia itu tetap dilakukan.

Manusia yang sudah dibekali akal oleh Allah SWT seharusnya tidak hanya berdiam diri tanpa mempersiapkan apapun untuk mencari solusi pada setiap fenomena alam yang pasti kapan pun dapat terjadi. Bukan tidak mungkin ketika manusia sadar bencana akibat dari fenomena alam. Kerugian akan korban jiwa dan lain sebagainya itu dapat ditekan sebagaimana bencana yang sudah terjadi sebelumnya diakibatkan oleh fenomena alam.

Bencana Alam Bukan “Cobaan” Bagi Manusia? judul artikel yang ditulis oleh Toto Priyono

Editor Naeli Rokhmah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button