Trending

Selapanan dan Pasaran, Pengertian Dan Praktik Dalam Tradisi

NU CILACAP ONLINE – Apa itu selapanan?, Bagaimana pengertian dari selapanan?, Bagaimana penentuan waktu selapanan? bagaimana praktik tradisi pasaran dalam konteks selapanan atau lapanan?, lalu mengapa muncul hari hari khusus dalam konteks tradisi?

Selapanan (lapanan) adalah rentang waktu 35 hari yang dalam bahasa Jawa menggunakan patokan hari pasaran yang 5 (lima), yaitu Pahing, Pon, Wage, Kliwon, Legi; dan menjadi hari pasaran hari-hari dalam sepekan yang berjumlah 7 (tujuh) hari.

Dari mana angka 35 hari dalam selapanan (lapanan)? Hitungannya berdasarkan penerapan 7 hari (dalam sepekan) dikalikan 5 hari pasaran sehingga muncul angka 35 hari. Jadi, satu selapanan berarti 35 hari berdasarkan penerapan 7 hari (sepekan) x 5 hari pasaran dalam tradisi Jawa.

Satu selapanan kemudian berarti : 35 hari pasaran (pasaran Pahing, Pon, Wagi, Kliwon, Legi dalam 7 siklus); atau 35 hari yang terdiri dari 7 hari dalam sepekan (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Ahad [Minggu] dalam 5 kali siklus.

Masyarakat Jawa memiliki istilah penyebutan pasar dengan kata peken. Kalau ada ungkapan badhe tindak peken, tegese (berarti) “mau pergi ke pasar”. Kata Sepekan (seminggu) boleh jadi merupakan serapan dari bahasa Jawa peken berdasarkan praktik hari pasaran yang 5.

Hari + Pasaran = Hari Khusus

Apa itu hari pasaran? Hari Pasaran adalah hari-hari yang kepadanya melekat nama pasaran dalam tradisi jawa yang 5 yaitu Pahing, Pon, Wagi, Kliwon, Legi. Misal Senin Pahing, Rabu Pon, Kamis Wage, Jumat Kliwon, Sabtu Legi (dan seterusnya kembali dari Pahing). Ini yang disebut pancawara.

Pancawara adalah putaran lima hari pasaran seperti pahing, pon, wage,  kliwon, dan legi. Nah, Kelima hari inilah yang digunakan oleh masyarakat jawa dalam kehidupannya. Salah satunya sebagai tanda berlangsungya pasar di hari-hari tertentu, kemudian dikenal dengan hari pasaran.

Di hari pasaran, pasar (sebagai pusat perkonomian) berlangsung lebih ramai dari pada di luar “hari pasaran” dalam siklus 5 hari pasaran. Di beberapa wilayah, sebuah pasar akan lebih ramai pengunjung (pedagang dan pembeli) di hari pasaran. Bahkan, nama pasar ada yang dilekatkan juga seperti: Pasar Legi (Solo, Jawa Tengah), Pasar Wage (Purwokerto, Jawa Tengah), dan seterusnya.

Saat hari bertemu dengan pasaran, maka kemudian menjadi hari khusus. Dengan hari khusus, tujuannya sebagai penanda akan hal-hal yang bersifat khusus, tertentu (sudah ditetapkan), istimewa, spesial; atau setidaknya untuk menjadi pembeda dengan hari-hari lainnya. Bobot hari khusus tentu berbeda dengan hari biasa. Dalam konteks hari plus pasaran, juga demikian adanya.

Baca Juga: Muslimat NU Ranting Padangjaya Kembali Rutinan Selapanan

Tradisi Selapanan

Menggunakan tradisi selapanan (siklus 35 hari-an) juga kental dalam tradisi masyarakat Jawa. Mungkin juga demikian di luar tradisi Jawa; tentu dengan kekhasan masing-masing.

Tradisi selapanan bisa ditemui di lingkup organisasi seperti Rukun Tetangga (RT). Pertemuan rutin mereka, dirujukkan pada penggunaan selapanan; artinya, siklus pertemuannya berlangsung satu kali dalam 35 hari. ini contoh praktik selapanan yang sudah menjadi tradisi

Jika keluarga anda menggunakan waktu selapanan untuk pertemuan keluarga; itu juga salah satu contoh tradisi selapanan. Jika anda bagian dari organisasi kemasyarakatan yang juga menggunakan siklus selapanan, itu bagian dari praktik mentradisikan selapanan.

Selapanan dan pasaran menjadi tradisi dalam dirinya sendiri karena dipakai, digunakan dan dilaksanakan secara terus menerus dan rutin; sebagai penanda dan sebagai pengingat.

Sebagai sebuah siklus, selapanan (lapanan) bersifat rutin, itu sebabnya, praktik penggunaan selapanan dalam tradisi juga mencerminkan hal yang bersifat rutin; atau rutinan. Bentuknya antara lain; pertemuan dan kegiatan yang memang pelaksanannya bersifat rutin, termasuk kegiatan seni dan budaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button