Restaurant Makkah dan Makanan Mulia di Madinah
Haji Riang Gembira 2023 Part 26
NU CILACAP ONLINE – Menjelajahi kuliner Makkah dan Madinah ternyata asyik juga, aneka jenis makanan di deretan restaurant dan Food Court dapat ditemu, mulai dari yang kelas pinggiran, tengah, sampai yang kelas atas, juga ada makanan mulia.
Maklum, makan adalah kebutuhan primer dan mendasar semua manusia dan setiap makhluk hidup. Ciri makhluk hidup ya makan. Lha wong ketika Allah menunjukkan bahwa Nabi Isa putra Maryam adalah seorang rasul, penandanya ya makan.
Tersebut di dalam al Quran surat al-Maidah ayat 75, bahwa “Isa putra Maryam adalah seorang rasul. Ibunya seorang yang memegang teguh kebenaran (shiddiqah). Keduanya makan makanan”. Kalau nggak makan ya lemes. Ini wajar, lha wong rasul itu manusia. Kalau Tuhan kok lemes, nglokro, pasti bukan Tuhan.
Makanan dan Masakan Arab
Salah satu ciri makanan Arab itu kuat di rasanya. Pala, lada, cengkih hampir selalu menyertai semua masakan Arab. Ini untuk makanan yang berbahan baku beras, baik yang kebuli, mandhi, buchari, biryani, dan lain-lain berikut lauk yang mengikutinya.
Bisa jadi yang saya sebut di atas itu salah, karena itu lebih bernuansa India. Tetapi itu yang saya temukan dan rasakan selama berada di Arab Saudi, khususnya di Makkah al Mukarramah dan Madinah al Munawwarah.
Selama musim haji, konsumsi jamaah memang sudah disediakan oleh pemerintah Indonesia dan selalu ueenak masakannya. Tetapi ya kala-kala pingin menjajal makan di warung atau lebih kerennya makan di restaurant di kota Makkah.
Pertama saya menjajal makan di restaurant di dekat hotel. Saya lupa nama restaurantnya, tetapi nampaknya orang India atau Bangladesh yang jualan. Karena tempatnya di Arab, ya saya sebut restaurant Arab. Rupanya sajiannya cukup menggoda lidah, air liur menetes tidak terasa.
Saya membeli dengan model take away atau emporter, bukan sur place. Sederhananya, dibungkus. Model ini saya lakukan karena berdasarkan referensi teman-teman, porsi makan untuk satu orang di Arab Saudi itu bisa dimakan untuk 3 orang. Jadi beli satu porsi bisa untuk makan 3 kali atau berbarengan 3 orang.
Restaurant Berkelas di Makkah
Saya menjajal lagi di restaurant yang lebih berkelas, di bawah jam dekat Masjidil Haram, Makkah. Disebut jam karena di tempat ini terdapat pertokoan, math’am (restaurant), hotel (80 lantai), dan di bagian paling atas adalah jam. Ini jam tertinggi di Arab, bahkan mungkin di dunia. Yach, mirip seperti jam Gadang di Bukittinggi, Sumatera Barat atau Big Ben di Westminster, London.
Hanya saja yang saya perhatikan, empat (4) sisi jam Arab ini hidup semuanya. Di restaurant yang terletak di bawah jam ini, rasa masakannya memang beda dengan yang di restaurant pertama, lebih ueenak. Tetapi tidak ueenak itu di kantong.
Kemudian saya pingin makan di resto “yang sesungguhnya”. Kebetulan suatu saat ada teman ngajak makan-makan di luar. Namanya Agus Amin, tetapi saya manggilnya mas Koko. Dia sudah lebih 10 tahun bekerja di Arab Saudi. Tanpa banyak alasan, saya langsung mengiyakan. Kami naik mobil. Mobilnya bagus dan baru, sedan jenis Corolla. Mobil yang dikendarainya mengarah ke math’am yang namanya Heera Restaurants.
Kami berempat ke Restaurant di Makkah ini. Design interiornya bagus. Tata ruangnya juga ok. Privasi pengunjung terjaga. Saya yang orang kampung kalau membayangkan ya, seperti di Ritz Café di Kroya, dari perempatan Air Mancur ke selatan, yang dekat Sena itu.
Kami pesen tiga porsi. Saya satu, mas Koko satu. Yang satu lagi untuk pasangan suami isteri, mas Badari dan mbak Munto. Saya menyebutnya nasi kambing. Saya belum bisa membedakan mana nasi kebuli, mandhi, dan biryani. Pokoknya nasi kambing. Dan ketiganya saya suka.
Seperti disebut di atas, satu porsi makan Arab Saudi itu bisa untuk 3 orang. Jadi bisa diduga, kami tidak mampu menghabiskan makanan itu. Akhirnya, ya take away. Tetapi lepas dari soal porsi, masakannya ueenak tenan, yakin. Ueenak semuanya, ueenak di rasa, juga ueenak di kantong. Maklum, yang nanggung kantongnya mas Koko.
Bakso di Madinah
Bergeser ke Madinah. Di kota Nabi yang dulunya disebut Yatsrib ini, math’am atau Restaurant juga tersebar di berbagai tempat. Ada restaurant yang berdiri sendiri, yang bareng dengan mall dan hotel, maupun food court di dekat masjid Nabawi yang menyajikan aneka jenis makanan. Namanya juga food court, jadi resto-resto ini berjejer rapi, dan bersih. Mulai Arabian food, Italian food, Chinese food, Indian food, Syirian food, Indonesian food, dan lain-lain.
Saya menjajal makan di ketiga model resto itu. Semuanya menyajikan makanan ueenak dan ueenak sekali. Dan semuanya selalu ramai dikunjungi orang.
Di food court, saya bersama teman memilih Indonesian food. Ada banyak pilihan jenis makanan, bakso, rendang, nasi goreng, dan lain-lain. Cemilannya juga tersedia, lumpia, bakwan, empon-empon, dan lain-lain.
Soal jenis dan model masakan, Indonesia memang tidak ada duanya. Empat atau lima tahun lalu, rendang dinobatkan sebagai jenis masakan terenak di dunia. Coba saja googling. Tetapi di Indonesian food ini kami memilih bakso.
Baca juga Road to Mecca Part 2; Selamat Tinggal, Madinah
Kami memang pingin makanan berkuah dan panas. Jadi bakso pilihannya. Bakso menjadi klangenan. Saya membayangkan bakso legendaris 99 dan 98 di Kroya yang originalitasnya terjaga dan terasa sekali. Sop daging sapi, nasi goreng, dan mie nyemeknya juga ok.
Dari food court, beberapa hari kemudian, kami bergerak ke Joraif. Joraif adalah restaurant berdiri sendiri seperti Heera restaurant.
Kami berempat ke restaurant ini. Kami naik taksi. Taksinya baru, modelnya seperti alphard, tetapi merk Hyundai. Nyaman sekali. Saya duduk di depan. Supirnya sangat ramah dan sepertinya paham sejarah. Jadi sepanjang perjalanan dia menunjukkan tempat-tempat yang dilewati sembari memberikan keterangan secara singkat, misalnya kantor gubernur/wali kota, masjid Turkey, mall ini, dan beberapa perkembangan Madinah terakhir. Sayang, saya lupa namanya.
Masakan Indonesia di Madinah
Sampai di Joraif, ternyata banyak sekali pengunjung, termasuk para petugas haji Indonesia di sana. Saya tahu dari seragam yang dipakai. Kebetulan tiga teman saya itu juga petugas haji, dua ketua kloter dari Ciamis dan Cilacap, satu pembimbing/TPIHI Ciamis, dan saya sendiri. Rupanya ini memang restaurant jujugan para petugas haji Indonesia. Restaurant recommended. Begitulah kira-kira.
Kami pesen satu porsi nasi mandhi kambing untuk berempat. Satu nampan. Kami makan bersama. Ueenak sekali. Dagingnya cukup besar, tapi sangat lembut. Bumbunya meresap sampai ke dalam. Bukan saja ueenak masakannya. Lebih dari itu, kebersamaan yang terjalin juga terasa sekali. Ini bentuk pertemanan yang tak putus.
Model makan satu nampan bersama ini mengingatkan saya saat di pondok di Miftahul Huda Majenang. Masak nasi pake kethel. Bahan bakarnya pake kayu, hasil mengambil di pekarangan pak Kiai. Tanpa nembung, tapi bukan nyolong, karena berkeyakinan, “ulima ridla-uhu”.
Setelah masak, nasi ditaruh di atas nampan, lalu di atasnya ditaburkan sayur kangkung. Kuah sayur disiramkan ke kethel untuk memudahkan mengambil nasi yang jadi intip. Semuanya serba panas. Lalu makan rame-rame, berlima, berenam.
Ada juga yang sukanya “ngethul”, tidak ikut masak, tidak urunan, tapi ikutan nimbrung makan bareng. Tetapi kami semua tetap memberi ruang. Kebersamaan itu dirasakan sampai hari ini.
Sementara untuk resto yang bareng sama hotel dan mall, saya ambil resto yang berada di depan masjid Nabawi, melalui pintu 329. Tepatnya di lantai dua. Saya lupa nama gedungnya.
Masakannya juga ueenak sekali. Saya ke sana sendirian. Meskipun masakannya enak, tetapi menjadi tidak enak rasanya menceritakan soal makan enak sendirian.
Makanan Halal dan Mulia
Yang lebih enak adalah bahwa semua jenis makanan di resto-resto Arab itu pasti halal. Meskipun itu McDonald’s, KFC, atau yang lain.
O iya,.. di Arab juga ada yang seperti model McDonald’s, yaitu Al-Baik. Kata teman yang beberapa kali ke sana, rasanya tidak kalah, bahkan lebih enak ketimbang yang disebutkan pertama. Katanya, chicken di Al-Baik bumbunya kuat dan meresap bahkan sampai ke tulang-tulangnya.
Nah, dari sekian jenis makanan yang ada di Arab Saudi, ada satu jenis makanan mulia. Saya sebut makanan karena bentuknya padat. Kalau cair namanya minuman. Lalu di mana letak kemuliaan jenis makanan ini ? Kemuliaan jenis makanan ini terletak pada namanya, yaitu Es Kariim (ايس كريم). Kita biasa menyebut dengan es krim atau es cream. Wallahu a’lam bi al-shawab. (Bersambung ke part 27).