Moderatisme Muslimat NU (Nahdlatul Ulama), Seperti Apa?

NU CILACAP ONLINE – Moderatisme yang ditimba dari khittah NU 1926, menjadi rujukan Muslimat NU dalam menghadapi dan mengatasi persoalan kekinian kaum perempuan.

Berikut ini wawancara NU Online dengan Hj. Khofifah Indar Parawansa, Ketua Umum PP Muslimat NU di Hotel Santika, Jakarta Pusat, Kamis (5/4). Wawancara berlangsung seusai pembukaan acara, ‘Pelatihan untuk Pelatih (Training of Trainers) Sosialisasi Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika’.

Pelatihan ini diadakan selama lima hari, 5-9 April. Untuk acara ini, MPR RI menjalin kemitraan dengan Muslimat NU untuk membumikan Empat Pilar di masyarakat.

Apa yang sedang terjadi kini dengan gerakan perempuan di Indonesia?

Tetap sajalah ada yang liberal, ada yang berhaluan radikal, dan ada yang moderat. Tetaplah elemen manapun pasti ada. Dan pada banyak hal saya menangkap sebetulnya masih terjadi titik ekuilibrium, ada keseimbangan. Jadi pada titik-titik tertentu, ada sinergi.

Sinerginya menurut saya masih pada posisi yang cukup konstruktif. Tetapi bahwa pikiran-pikiran radikal itu kadang-kadang muncul lagi dan muncul lagi, ya biasa lah. Tetapi nanti akan ada titik ekuilibrium.

Nah, kalau posisi Muslimat NU sendiri?

Muslimat NU ini garis moderat. Dan kita memang menghindarkan kemungkinan pikiran liberal itu masuk, termasuk yang radikal. Jadi tatharruf (ekstrem- NU Online), tasyaddud (keras), dan tasahhul (liberal) nah bagian-bagian kayak begitu, inilah yang kita coba untuk tarik lagi ke tengah. Yang ke kanan maupun yang ke kiri, kita tarik lagi ke tengah.

Bagaimana cara merumuskannya?

Lho kan ada isu seperti KKG (Keadilan dan Kesetaraan Gender-penulis). Isu KKG ini terus kita membahasnya di PP Muslimat NU. Kalau ada gerakan atas nama kesetaraan gender seperti isu perempuan tak perlu wali, kita membahasnya di PP Muslimat NU. Tidak harus melibatkan publik tetapi pengurus harian harus clear bahwa mereka paham, ‘Ini lho garis organisasi.’ Selalu begitu.

Bagaimana menjembatani hasil kajian di struktur atas PP Muslimat NU ke pengurus di tingkat bawah?

Mekanisme kita ini mesinnya sudah jalan. Yang di atas apa, yang di bawah sudah diremote. Sudah begitu bekerjanya.

Hilir-mudik sejumlah 107 kader Muslimat NU peserta pelatihan, bentuk antusias para peserta mengikuti acara yang berlangsung selama 5 hari. Wawancara keduanya berlangsung di lobi hotel, tempat di mana para peserta membenahi segala perlengkapan yang mereka butuhkan.

Tadi sempat tampil grup paduan suara Muslimat NU Sumedang?

Itu bukan sesuatu yang baru. Kita punya banyak grup begitu tetapi yang punya Muslimat NU daerah ya. Grup paduan suara Muslimat NU Sumedang bagus, Tasikmalaya bagus, Ciamis sangat bagus, Singkawang luar biasa, Kalimantan Barat.

Kalau koordinasi antara gerakan perempuan Muslimat NU dengan gerakan emansipasi perempuan yang lain bagaimana?

Ada sih. Kita hampir selalu mendapat undangan dari mereka untuk aneka ria forum begitu. Siapa yang punya atensi di bidang itu, itulah yang datang.

Sementara garis ideologi yang diusung gerakan emansipasi perempuan yang lain dengan Muslimat NU berbeda?

Ya kita tahulah. Itu kan terbaca. Makanya, yang terlalu ke kanan dan yang terlalu ke kiri, kita tarik ke tengah. Nah, kita bilang ‘yang kita tarik ke tengah itu’ adalah aktivis internal Muslimat NU. Kalau orang lain, mau bergerak kemana-kemana itu kan hak mereka.

Tapi bagi keluarga Muslimat NU, kita akan mengawalnya di tengah. Dan pada proses rekrutmen, ketika ada identifikasi seseorang itu agak ke kanan atau  ke kiri, secara natural ibu-ibu itu sudah mengerti, ‘orang ini nggak usah, orang itu nggak usah’.

Jadi sistem rekrutmen sudah bekerja?

Menurut saya sih, mesin kita sudah berjalan. Kalau ibaratnya sistem itu ada sesuatu yang aneh, maka itu reject. Demikian wawancana tentang moderatisme Muslimat NU. Sumber NUOnline

Baca Juga >> Khittah NU, Khittah Nahdlatul Ulama, Khittah Nahdliyyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button