Haji Riang Gembira 2023 Part 17, Meninggal di Makkah
NU Cilacap Online – Meninggal di Makkah apalagi saat menunaikan ibadah haji, dan itu terjadi pada KH Maslahudin dan KH Ahmad Ridlo, SS., M.Pd.I. Saya merefleksikannya di serial Haji Riang Gembira 2023 Part 17.
Setiap kali mau menulis tentang kematian seseorang, tokoh sekalipun, seperti almarhum KH Maslahuddin, jari jemari ini terasa berat sekali nutul-nutul keybord hp. Saya sadar betul, kematian pasti datang, itu takdir yang tak bisa ditolak, yang akan menimpa semua manusia yang hidup.
Kematian di Musim Haji
Dan kematian tidak menganut asas mendahalukan yang sepuh-sepuh. Yang masih muda dan sehat, bisa saja mati duluan. Dan ini banyak. Justru karena itu, saya jadi khawatir, jangan-jangan setelah menulis berita kematian seseorang, giliran saya yang mati. Kalau sudah begitu, saya nggak bisa lagi menulis lanjutan serial Haji Riang Gembira 2023.
Kematian di musim haji memang selalu terjadi, dari zaman dulu sampai sekarang. Faktornya banyak, dan beraneka. Tetapi kita mesti mengembalikan persoalan ini kepada yang Maha Hidup, Allah swt. Baca juga Dehidrasi Menyebabkan Kelelahan Selama Ibadah Haji
Untuk musim haji tahun 2023, informasi terbaru yang saya terima dari petugas haji di Arab Saudi, jamaah haji se-Indonesia yang sudah meninggalkan dunia ini ada 445 orang. Untuk Jawa Tengah sudah ada 68 orang meninggal, khusus kabupaten Cilacap sudah ada 5 orang.
Lebih khusus lagi, jamaah KBIHUNU Cilacap sudah ada 2 orang yang meninggal. Hari ini, Jumat, 7 Juli 2023 dua orang lagi meninggal dunia. Namanya pak Chomsin Ridwan Ali, dari Kesugihan dan pak Soleh Prayitno dari Kroya. Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya. Mereka orang-orang yang beruntung, dishalati oleh ratusan ribu orang di masjid paling mulia di dunia, Masjidil Haram.
Saya jadi teringat beberapa hari setelah meninggalnya almarhum KH Maslahuddin, pembimbing KBIHUNU Cilacap. Adik ipar beliau, KH Ahmad Ridlo mengajak saya berziarah ke makam almarhum KH Maslahuddin di Tsarayya. Kami janjian berangkat sehabis shalat Asar pada hari Jumat, 23 Juni 2023, dua hari sebelum keberangkatan ke Armuzna. Kami menggunakan taksi.
Sebagaimana masyhur diketahui, KH Ahmad Ridlo adalah salah satu pengasuh Pondok Pesantren Darul ‘Ulum Sirau Banyumas. Beliau juga bertugas sebagai TPIHI kabupaten Banyumas. Saya mengenal beliau sejak sama-sama di Krapyak.
Saat itu, beliau adalah mahasiswa jurusan Sastra Arab UGM yang juga menjadi ketua haiatut thalabah (semacam OSIS) di Madrasah Diniyah Pondok Al Munawwir Krapyak. Saya adik kelasnya.
Ke Pemakaman Tsarayya
Saya ingat betul, taksi yang kami tumpangi itu berwarna putih bersih. Kami menyampaikan ke sopir mau ke maqbarah Tsarayya. Sopir bilang tarifnya sekian. Saya dan mas Ridlo saling tengok, melirik. Ok. Tarif deal. Kami naik. Mas Ridlo di depan. Saya di belakang, sendirian, omber, silir, nyaman. Taksi melaju kencang.
Sepanjang perjalanan, si sopir yang gondrong rambutnya itu ngomong sendiri dengan hpnya, kadang menyanyi. Hanya sesekali dia menyapa, sekedarnya. Dia cuek. Menjelang sampai maqbarah, dia bilang, di maqbarah berapa, kami diam.
Saya lalu buka hp. Ketika saya masih sibuk mencari-cari photo di hp, dia bilang, di Tsarayya ini ada tiga maqbarah. Dia menegaskan lagi, yang mana ? Kami nggak tahu. Tapi kemudian saya bilang di blok 21 nomor 221. Taksi terus melaju menuju maqbarah, entah yang 1, 2, atau 3. Kami tidak tahu. Tahu-tahu sampai. Baca juga Negosiasi dengan Supir Taksi di Arab Saudi
Kami turun, mau bayar. Sopir menolak. Dia bilang mau menunggu untuk pulangnya dengan harga yang sama. Kami sepakat, deal. Kami kemudian menuju ke seseorang, mau nanya-nanya, tapi sopir keluar dari kemudi, lalu memegang tangan kami, menuntun ke maqbarah, ke nomor blok yang saya tunjukkan. Tepat.
Maqbarah KH Maslahudin
Maqbarah Kiai Maslahudin ketemu. Kami tahlilan sambil jongkok, mas Ridlo yang memimpin. Sementara pak sopir meminta hp saya, kemudian jeprat-jepret seenaknya, buat video juga. Saya bergaya khusyu’, membiarkan pak sopir mengabadikan moment ziarah ini.
Tahlilan selesai. Kami berdiri, terus berjalan. Lalu beberapa pekerja maqbarah datang meminta uang. Saya diam, Mas Ridlo yang tanggap. Beliau mengeluarkan beberapa lembaran rupiah warna biru. Pekerja yang jauh ikutan nimbrung.
Sopir bilang, khalas, khalas, sambil menghalau para pekerja. Kami menuju taksi sesuai arahan si sopir. Di sepanjang perjalanan pulang, si sopir berperilaku seperti saat berangkat, ngomong dengan orang lain melalui hpnya. Pake headset.
Orang yang Meninggal di Makkah
Sementara itu pak Kiai Ridlo bercerita tentang orang-orang yang meninggal di Makkah.Bahwa orang yang meninggal di Makkah dan dia sedang haji atau umrah, maka dosa-dosanya diampuni. Saya mantuk-mantuk, sesekali berkomentar. Kemudian beliau menyitir beberapa hadits yang menyatakan bahwa orang yang meninggal di Makkah dalam rangka menunaikan ibadah haji, maka dia langsung masuk surga, tanpa hisab.
Beliau melanjutkan, orang yang meninggal di Makkah sedangkan ia sedang menunaikan haji, maka dia bisa memberi syafaat kepada 70 orang kerabatnya. Suasana hening sejenak. Lalu sambil mengusap wajahnya, beliau melanjutkan, Insya Allah mas Maslah (KH Maslahuddin) seperti itu. Di sebelahnya, sopir tetap menginjak pedal gas, kenceng.
Seminggu kemudian, pada hari Jumat, 30 Juni 2023, orang yang biasa saya panggil mas Ridlo itu, lengkapnya KH Ahmad Ridlo, SS., M.Pd.I meninggal dunia… Allahuyarhamuh. Innalillahi wainnailaihiraji’un… (Bersambung ke part 18).