Mengukur NU dari 3 Butir Maklumat Hadlratussyekh Hasyim Asy’ari
Refleksi Harlah 100 Tahun Nahdlatul Ulama

NU Cilacap Online – Bagaimana mengukur NU dari 3 butir Maklumat Hadlratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari? Berikut ini taushiyah KH Abdussalam Shohib Bisri.
Pada tanggal 16 Rajab 1444 H atau bertepatan dengan 7 Februari 2023 M nanti, Jam’iyyah Nahdlatul Ulama berdasar kalender Hijriyah berusia 100 tahun dari kelahirannya pada 16 Rajab 1344 H, bertepatan dengan 31 Januari 1926 M.
Usia yang bertambah matang dan dewasa untuk ukuran organisasi keagamaan kemasyarakatan di Indonesia. Sehingga memasuki awal abad kedua kehadirannya, menjadi momentum kebangkitan kedua (an-Nahdlah ats-Tsaniyah) bagi Nahdlatul Ulama dalam mengembangkan peran-peran keagamaan dan kemasyarakatan di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lahirnya Jam’iyyah Nahdlatul Ulama
Jam’iyyah Nahdlatul Ulama lahir di tengah situasi paham keagamaan yang terfragmentasi oleh ideologi transnasional dan berada pada situasi politik di mana banyak kelompok pergerakan nasional berjuang untuk merespon kebijakan-kebijakan imperialis di bumi pertiwi.
Secara budaya, perubahan perilaku masyarakat yang dipengaruhi nilai dan norma barat meluas sehingga memicu keprihatinan para Ulama Pondok Pesantren. Pola pendidikan barat, bagian dari penerapan ‘politik etis’ pemerintah Hindia Belanda (kolonial) telah mengganggu sistem pendidikan lokal yang mapan khususnya pesantren sebagai pusat perlawanan terhadap kolonialisme.
Kondisi timpang dan tidak adil itu terjadi pula di sektor perdagangan, pertanian, perkebunan dan lain sebagainya. Para Ulama pesantren, khususnya hadlratussyekh KH M Hasyim Asy’ari menilai kondisi tersebut sebagai situasi yang tidak memuliakan agama dan merubah jati diri hingga mengganggu kedaulatan lokal dalam menjaga identitas (karakter) keagamaan dan kemasyarakatan nusantara.
Pro kontra dalam memahami situasi kala itu menumbuhkan fitnah yang meluas dan musibah terhadap jati diri kemasyarakatan dan kesatuan di tengah para Ulama pesantren dan umat.
Baca juga Doa Hadlratussyekh Hasyim Asy’ari Sebagai Spirit Khidmat
Dalam konteks itu, NU lahir untuk merespon situasi dengan melawan dan atau bertahan untuk bangkit melawan melalui organisasi pergerakan yang menyatukan berbagai kekuatan perjuangan.
Dari sini, NU yang semula bernama ‘Jamiyyatul Ulama’ diusulkan untuk diganti oleh KHR Mas Alwi bin Abdul Aziz Azmatkhan menjadi Jam’iyyah ‘Nahdlatul Ulama’ sedang logo NU dirancang oleh KH Ridlwan Abdullah. Sebuah nama dan logo penuh makna filosofis, berkekuatan secara spiritual dan berkarakter tegas.
Di lingkungan pesantren, secara bahasa Nahdlatul Ulama terdiri dari 2 kata, nahdlah dan al-Ulama. Nahdlah adalah salah satu bentuk mashdar dari kata nahadla yang bila disesuaikan dengan teori bahasa ibnu malik memiliki arti kebangkitan atau pergerakan tanpa dibatasi waktu baik lampau, sedang atau akan.
Dari sifat bentuk mashdar dalam teori bahasa Ibnu Malik adalah bentuk mashdar lil marrah yang menunjuk arti pekerjaan atau kejadian sekali, yakni sekali bangkit atau bergerak untuk selamanya.
Sedangkan kata ‘al’ pada al-Ulama adalah ‘al’ litta’rif bukan liljinsi. Sehingga bila disesuaikan dengan penjelasan Hadlratussyekh KH M Hasyim Asy’ari pada mukaddimah Qonun Asasi, maka al-Ulama’ adalah jelas berkarakter sebagaimana ayat ‘innama yakhsya Allaha min ‘ibadihi al-Ulama’; Ulama yang mempunyai rasa takut pada Allah hingga pada gilirannya menjunjung tinggi nilai amanah dalam berbagai aspek di pundaknya.
Penggabungan kata Nahdlah (nakirah/umum) pada al-Ulama (ma’rifat/jelas) dalam ilmu tata bahasa berfaidah ta’rif, sehingga keduanya menjadi ma’rifat (jelas) dengan makna tegas.
Dengan demikian jam’iyyah ‘Nahdlatul Ulama’ berarti organisasi kebangkitan/pergerakan Ulama yang menjunjung tinggi nilai-nilai keUlamaan sebagaimana dimaksud mukadimah Qonun Asasi dan berlangsung tanpa batas waktu; sekali bangkit bergerak, berlangsung selamanya.
Maklumat Rais Akbar Nahdlatul Ulama
Dalam konteks ini Hadlratussyekh KH M. Hasyim Asy’ari selalu menekankan dan berwasiat untuk konsisten pada tujuan jam’iyyah ‘Nahdlatul Ulama’.
Beliau menukil sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari sahabat Hudzaifah r.a. ‘ya ma’syara al-qurro, istaqiimuu fain akhodztum yamiinan wa syimaalan laqod dholaltm dholalan ba’idan (wahai para Ulama, berjalanlah pada lajur yang istiqomah, jika kalian beralih pada jalan kanan atau kiri maka sungguh tersesatlah kalian dengan kesesatan yang jauh)’
Penegasan dan wasiat beliau itu salah satunya melalui Maklumat Rais Akbar Nahdlatul Ulama pada bulan Syawwal 1355 H (1935 M); terdiri dari 3 butir hal penting kepada anggota NU pada umumnya dan khususnya kepada Ulama NU serta Ulama Ahlussunnah wal Jamaah, 3 butir Maklumat Hadlratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari yakni:
Butir 1 : Kesatuan Ulama dalam Barisan
“Inna al-ghoyata al-lati turma ilaiha al-jam’iyyah hiya tauhiidu shufufi al-Ulama wa robtuhum bi robithotin wahidah …” bahwa tujuan NU adalah mempersatukan barisan Ulama dan mengikatnya dengan satu ikatan.
Hadlratussyekh mengingatkan dan menegaskan bahwa persatuan dan kesepakatan adalah
senjata ampuh yang dimiliki manusia untuk menggapai tujuan-tujuannya, dan jalan yag harus
ditempuh untuk sampai pada tujuan-tujuannya.
Maka, keharusan bagi Ulama kita untuk menyelamatkan dari perpecahan dan menyatukan barisan mereka, mengenyampingkan tujuan-tujuan pribadi dan menyediakan diri mereka di jalan Allah SWT untuk meluhurkan kalimatNya.
Inilah tantangan sekaligus ujian dalam berjam’iyyah supaya tampak jelas kesungguhan dalam berkhidmat dan kesabaran dalam menjalankan amanat sebagai Ulama NU; syiar Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah.
Dalam hal ini Hadlratussyekh mengajak ‘fa ta’awanu ikhwani birukubikum mathiyyata al-shabri ‘ala hamli a’baai al-takaaliifi al-ijtima’iyyati wa la tasunnu al-kasla lianfusikum wa liikhwaanikum fainnahu man sanna sunnatan hasanatan fa’alaihi wizruha wa wizru man amila biha ila yaumi al-qiyamah’.
“Saling tolong menolong dengan penuh kesabaran untuk menjalankan tugas berat organisasi; jangan malas; sesiapa dengan kebiasaaan buruk maka dosa keburukan itu baginya dan bagi yang menirunya.
Baca juga 5 Butir Mabadi Khaira Ummah, Pengertian dan Penjabarannya
Butir II : Perlu Para Penggerak Yang Tangguh
‘inna jam’iyyatana fi hajatin syadidatin ila musa’adati rijalihim al-‘aamilina’, bahwa NU membutuhkan tenaga para penggerak yang tangguh. Tugas NU identik dengan tugas Ulama sebagai pewaris tugas Nabi SAW, yakni dakwah Islam di seluruh lapangan hidup manusia. Pertolongan Allah pada kita (kejayaan NU) tergantung pada pertolongan kita pada agama dan Rasul-Nya (Q.S. Muhammad, ayat 7).
Karenanya Hadlratussyekh mengingatkan agar kita konsisten mengikuti dan mematuhi Qonun Asasi Jam’iyyah tanpa memperdulikan kesulitan material, kerugian harta benda dan kepayahan personal. Sebagaimana gambaran orang yang menanggung hidup para janda dan fakir miskin, mujahid fi sabilillah, qiyamullail tanpa putus, orang berpuasa tanpa berbuka dan sebagainya.
Maka, “Barangsiapa memperhatikan kebutuhan orang lain maka Allah akan menanggung kebutuhannya” (HR. Imam Bukhori).
Baca juga Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (PKPNU)
Butir III : Pelayanan NU untuk Kemaslahatan serta Kebaikan Umat, Dunia dan Akhirat
‘inna jam’iyyatana al-mubarokah wa lillahi al-hamdu qod haazat iqbala al-‘awam ‘alaiha
wa laysa dzalika la likauniha ta’malu limashlahatihim wa tas’aa likhoirihim dunyan wa ukhron
wa likauniha muassisatan ‘ala khithati salafi al-sholihi ridlwanu Allah ‘alaihim ;
‘bahwa simpati masyarakat (nahdliyyin dan umum) kepada NU oleh karena NU bergerak melayani untuk kemashlahatan dan kebaikan dunia dan akhirat mereka. Juga, oleh karena NU konsisten
mengikuti garis jalan (meneladani) orang-orang sholih terdahulu.
Karenanya Hadlratussyekh mengingatkan kewajiban masing-masing Ulama untuk memperhatikan ketentuan bahwa memperbaiki dan menunjukkan orang awam, mengeluarkan mereka dari gelapnya kesesatan menuju nur petunjukan serta mengentaskan mereka dari jurang kebodohan dan kehinaan menuju puncak mulianya ilmu dan keutamaan, semua itu merupakan beban tanggung jawab di pundak Ulama NU. ‘fa inna al-Ulama umanaau Allah ‘ala ‘ibadihi’ bahwa sesungguhnya Ulama adalah kepercayaan Allah (untuk membimbing umat manusia) di muka bumi.
‘wa min tsamma fa al-wajibu ‘ala Ulamaina an yudlo’ifuu juhudahum wa an la yudakhiruu
syaian mn wus’ihim …” bahwa kewajiban bagi Ulama NU untuk melipatgandakan kesungguhan
dan tidak menyimpan potensi mereka untuk istiqomah khidmat ‘izzul Islam wal muslimin
di bawah nauangan jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
Dan kewajiban itu dilaksanakan dengan saling sanding menyanding, kukuh mengukuhkan, dan ganti menggantikan dengan keyakinan bahwa pertolongan Allah SWT diberikan kepada jamaah.
Baca juga Pengukuran Kinerja Perkumpulan (Organisasi) NU
Mengukur NU di Umur 100 Tahun
3 butir maklumat Hadlratussyekh KH Muhammad Hasyim Asy’ari di atas bisa dijadikan indikator untuk melihat (mengukur, ed.) NU di umur 100 tahun, sekaligus memotivasi peran NU memasuki awal abad kedua eksistensinya.
Bagaimana NU menyatukan Ulama Ahlussunnah wal Jamaah dalam barisan yang terkonsolidasi dengan baik ? Menata barisan mereka agar terkoordinasi dalam peran keUlamaan membimbing jamaah sesuai kelompok, komunitas hingga kehidupan sektoral para jamaah. Menampakkan ilmu dan keteladan Ulama dalam memimpin umat.
Baca juga 7 Butir Deklarasi Aswaja dan Perkembangan Sosial Budaya
Bagaimana NU memiliki barisan para penggerak tangguh (tidak sekedar pelaksana organisasi); dengan ilmu dan keteladan mereka menunjukkan perhatian dan kesungguhan berkhidmat kepada Nahdliyyin dan masyarakat ?. Sehingga tumbuh pula simpati masyarakat untuk bergabung dan berpartisipasi dalam menjaga dan mengembangkan kedaulatan agama dan jati diri kemasyarakatan bangsa.
Bagaimana NU secara jam’iyyah meningkatkan pelayanan kepada Nahdliyyin dan masyarakat demi kemashlahatan serta kebaikan hidup mereka di dunia dan akhirat ?. Model pelayanan di segala bidang dan sektor yang bisa menghantarkan mereka menjadi ‘khoiro ummah’; umat terbaik nan mulia dengan kesejahteraan dan kemakmuran lahir batin.
100 tahun jam’iyyah Nahdlatul Ulama adalah momentum untuk menegaskan konsistensi Nahdlatul Ulama pada tugas dan kewajiban Ulama sebagai pewaris perjuangan Nabi SAW dengan selalu meneladani para salafussholihin dalam menjaga kedaulatan agama (Islam Aswaja) dan kebangsaan (NKRI). Mudah-mudahan, Amin
KH Abdussalam Shohib Bisri, (Wakil Ketua PWNU Jawa Timur, Pengasuh PP. Mambaul Maarif Denanyar Jombang)
Baca juga >> Gus Ubed Ingatkan Maklumat KH Muhammad Hasyim Asy’ari