Masjid Sebagai Benteng Pertahanan Radikalisme Buruh
NU CILACAP ONLINE – Masjid Sebagai Benteng Pertahanan Radikalisme Buruh adalah tema seminar Hari Santri Nasional inisiasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Cilacap. Ini adalah kerjasama antara Sarbumusi dengan Lembaga Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN NU) Cilacap dan Lembaga Ta’mir Masjid Nahdlatul Ulama (LTM NU) Cilacap.
Seminar tersebut menggali peran buruh dalam meramaikan masjid dan mushala terutama di perusahaan atau instansi. Di mana banyak keberadaan masjid dan mushala terkesampingkan sehingga gaung atau syiarnya kurang terasa.
Puluhan buruh yang tergabung dalam Sarbumusi mengikuti seminar hari itu. Hadir juga para pengurus dan akitifis LTM NU.
Akibat dari hal itu, masjid atau mushala menjadi sepi. Adzan sebagai penanda masuk waktu shalat tidak ada. Kegiatan shalat berjamaah hampir tidak ada. Apalagi aktifitas ibadah sunnah seperti tadarus atau pengajian.
“Maka di sinilah seharusnya tugas lembaga takmir masjid. Bagaimana mengkondisikan masjid atau mushala jangan sampai sepi, kembalikan fungsi yang sebenarnya,” ujar H Aid Mustaqim, Pengurus Lembaga Ta’mir Masjid Nahdlatul Ulama (LTN NU) Cilacap saat menjadi narasumber.
Meluaskan fungsi masjid
Aid Mustaqim mengungkap kekhawatirannya. Jika NU abai terhadap hal ini, maka tidak mustahil orang-orang di luar NU akan mengambil alih masjid dan mushala yang notabene aset NU. Maka dirinya mengimbau para buruh yang bergabung di Sarbumusi agar tidak abai terhadap hal ini.
“Jangan biarkan masjid mushala kita tidak kita ramaikan. Jangan sampai ada tamu tak diundang meramaikan sehingga masjid dan mushala kita diambil alih oleh orang lain,” kata Aid.
Kembali pada fungsi masjid dan mushala, Aid mengatakan bahwa pada dasarnya masjid dan mushalah tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah. Tapi lebih dari itu masjid adalah tempat pusat peradaban di mana kegiatan kelimuan berlangsung.
“Di zaman Nabi Muhammad dan para sahabat, masjid menjadi tempat berkembangnya ilmu. Maka jangan heran bila ada masjid masjid lantas di situ ada RA, Madin, dan sebagainya. Itu sudah ada sejak zaman nabi,” katanya.
Aid menerangkan bahaya bila peran memakmurkan masjid diambil alih oleh orang lain. Menurutnya ini akan menjadi peluang masuknya gerakan radikalisme.
“Jangan sampai kita lengah memberikan kesempatan kepada orang lain berperan di masjid dan mushala kita. Kalau sudah diambil alih oleh mereka baru kita ribut,” tegasnya.
Baca juga PBNU Meminta Waspadai Radikalisme Agama
Benteng Radikalisme Buruh
Sementara itu, Ketua Lembaga Ta’lif wan Nasyr (LTN NU) Cilacap Musa Ahmad memaparkan apa itu gerakan radikalisme. Ia berkata para buruh harus memahami definisi radikal yang sesungguhnya.
“Radikal itu tidak selalu tentang kekerasan. Melainkan pada pola pikir yang mendasar. Berpikir sampai ke akar-akarnya,” terangnya.
Maka di sinilah pertanyaan muncul, apakan masjid hanya sebagai tempat ibadah saja, apakah masjid hanya untuk peringatan hari besar Islam (PHBI) saja?
“Jadi pola pikir ini akan untuk memotivasi kita memfungsikan masjid seperti dulu pada zaman dulu di zaman nabi, sebagai pusat peradaban.
Lantas bisakah masjid menjadi tempat konsolidasi bagi buruh agar menyadari betul hak dan kewajibannya. Hal ini berlanjut menjadi diskusi hangat antara peserta dan pemateri.
Di sisi lain, Ketua Sarbumusi Cilacap Saeful Anam menyambut baik gagasan tersebut. Ia mengatakan kedepan akan berusaha agar Sarbumusi bisa masuk pada manajemen masjid dan mushala di perusahaan dan instansi.
“Kami menyadari bahwa dalam manajemen masjid di perusahaan-perusahaan besar yang ada belum ada orang-orang NU. Padahal kebanyakan para buruh ya orang-orang NU. Imbasnya kita kurang bisa ikut berperan di dalam kemakmuran masjid,” katanya.
Lebih lanjut Saeful Anam mengungkap harapan agar ke depan sektor informal Sarbumusi diterima untuk beredukasi bergabung di perusahaan. Untuk saat ini sendiri Anam mengatakan gerakan tersebut sudah mulai dengan mengikut sertakan buruh informal pada program BPJS ketenaga kerjaan.
“Ini penting mengingat banyak anggota kita adalah buruh informal. Sebagai contoh para penderes nira dan petani. Mereka tidak mempunyai ]jaminan perlindungan dari kecelakaan kerja padahal pekerjaannya sanget beresiko,” terangnya. (Naeli Rokhmah)
Baca juga 13 Hak Buruh Migran dan Persoalannya yang Perlu Diketahui