KH Ridwan Sururi, “Kiai Iket” Asal Kedungbanteng Banyumas

NU CILACAP ONLINE – KH Ridwan Sururi, Pengasuh Pesantren Annur Kedunglemah, Kedungbanteng Banyumas yang akrab dengan panggilan “Kiai Iket” Wafat, jam 20:20 Sabtu, 12/06 di RSUD Margono Purwokerto, Ulama Sepuh, kharismatik dan Kiai yang berkarakter teguh dengan gaya dakwah yang khas saat di atas panggung, cara penyampaiannya unik, menarik dan komunikatif.

Kalimat “Enak, anak, anek, anuk” adalah frasa kekhasan dalam setiap muqodimah ceramahnya yang selalu jadi andalan yang maknanya luas sekali.

Kiai Ridwan Sururi, ulama kasepuhan Banyumas, diakui semangat dakwahnya luar biasa, penampilannya pun berbeda dengan umumnya Kiai, beliau seringkali menggunakan iket kepala, bukan peci putih, peci hitam atau songkok bahkan blangkon melainkan iket khas tradisi Jawa Banyumas. “Inyong Wong Banyumas, Bangsa Panginyongan ya iketan” Demikian laku lampahnya, sehingga beliau dikenal dengan Kiai iket.

Sosok Kiai yang sederhana, merakyat, nyemedulur yang berkarakter teguh sebagai manusia pribumi Nusantara. Beliau pernah dawuh, makin kesini makin banyak sekali orang-orang sholih, para Kiai dan habaib yang meninggal dunia.

Innalillahi wainna ilaihi raji’un. Ini pertanda yaumul qiyamah semakin dekat. Ibarat rumah yang akan di bongkar oleh pemiliknya, pasti barang-barang berharganya akan di ambil dan di amankan terlebih dahulu, barulah rumah itu di bongkar atau di robohkan bersama barang-barang yang tak berharga yang di biarkan tertinggal oleh pemiliknya. terang Almagfurllah dalam suatu kesempatan.

Pengasuh Pondok Pesantren Annur, Kedung Banteng, Banyumas, KH Ridwan Sururi pernah nyantri di Pesantren Buntet Cirebon, dalam suatu kesempatan acara hauliyah pesantren tersebut dirinya didaulat sebagai penceramah yang menyatakan bahwa watak manusia itu seperti wataknya gelas. “Artinya manusia (itu) seperti gelas.”

Menurutnya, gelas memiliki tiga watak, yakni melumah, tengkurab, dan miring. “Gelas itu punya tiga watak, tengkurab; miring; melumah,”.

Baca Artikel Terkait

Watak melumah merupakan watak yang baik karena dapat menerima dengan baik apa yang dituangkan di dalamnya. Artinya, manusia dapat menerima dengan baik apa yang didengar, dibaca, maupun apa yang diperhatikannya.

Berbeda dengan dua watak lainnya, yakni miring dan tengkurab tidak bakal bisa menerima dengan baik air yang dituangkan, seberapa pun banyaknya. “Tapi jika miring (ataupun) tengkurab, walaupun diisi air seberapa banyak punakan tetap tidak sampai penuh,”

Nukilan ceramah di atas disampaikan pada pengajian puncak acara haul Almarhumin Sesepuh dan Warga Pondok Pesantren Buntet Cirebon 2017.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button