Ketum PBNU Gus Yahya Bicara Sejarah dan Keberadaan Lesbumi, Begini Ungkapnya
NU CILACAP ONLINE – Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) bicara soal Sejarah dan keberadaan Lesbumi sebagai Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia, Ahad (05/05/2024) malam.
Salah satu tokoh muslim berpengaruh dunia itu menyampaikan isi pidatonya pada hajat Harlah Lesbumi yang ke-64 dan pembukaan Rakornas Lesbumi ke-6 di Pondok Pemuda Ambarbinangun Yogyakarta.
Mengawali pidato Ketum PBNU, Gus Yahya menegaskan bahwa ilmu sejarah dalam proses pengambilan datanya, selain literatur, juga dengan metode oral history.
“Sejarah bisa dikatakan benar berdasarkan fakta data, dan cerita tutur yang menguatkan peristiwa.” Jelasnya.
Dirinya mengaku beberapa pekan lalu sempat berkunjung ke Pusat Perfilman Usmar Ismail, dan bertemu dengan keluarga sang Pahlawan Nasional yang merupakan salah satu pendiri, muassis Lesbumi NU, Bapak Perfilman Indonesia H Usmar Ismail. Dari kunjungan tersebut dirinya dapat banyak data, salah satunya kisah, cerita.
Dikisahkan dalam sejarah bahwa sebagaimana diketahui bersama awal mula Lesbumi adalah Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia bukan Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia.
Bermula dari KH Wahab Hasbullah yang menggagas aktivitas kesenian yang direkrut seperti Usmar Ismail dari kalangan Sineas, lalu Asrul Sani dari seorang Aktor dan Sastrawan, lalu Djamaludin Malik yang saat itu sebagai produser film dan produsen musik baru.
“bermula dari awal yang belum populer hingga jadi populer, bahkan dunia perfilman pun yang kemudian jadi industri baru di Indonesia.” bebernya.
Namun apa yang digagas oleh KH Wahab Hasbullah menimbulkan reaksi, sejumlah kiai NU protes. Kenapa mengajak orang-orang “ketoprak” ini ada di NU. Pasalnya sebelum ada karya film para seniman (aktor film) disebut “ketoprak”.
Atas hal itu Kiai Bisri Mustofa pun membela. Dengan argumen bahwa saat itu musik barat membanjir. Maka melalui Seni Samroh. Shalawat dan doa-doa pun dikreasi demikian seni sebagai sarana dakwah buat santri-santri terutama NU. Seni Samroh pun sebagai ‘bendungan’ bagi musik barat yang saat itu membanjir.
“Maka Lesbumi bukan bangun ortodoksi seni budaya. Tapi Lembaga ini untuk mewadahi orang-orang yang berbakat mengenai seni yakni seniman. Dan orang-orang yang menjaga tradisi, menebarkan nilai-nilai kearifan dan mengembangkannya, dalam hal ini seperti yang dilakoni salafunashalih Wali Songo yakni budayawan.” terang Gus Yahya.
Dikatakan peran, tugas dan keberadaan Lesbumi merupakan lembaga pengelolaan orang-orang, diajak apa, butuh apa, lalu fasilitasi.
“Dimulai dari pendataan seniman, lalu menata, mengelompokkan jenis seninya, lalu kemudian lahirlah kebijakan-kebijakan. Keberadaan Lembaga adalah unit pembuat kebijakan.” terangnya.
Adapun kebijakannya adalah dorongan dakwah. Namun demikian semua perlu menyadarinya bahwa hal itu memerlukan waktu untuk strategi implementasinya.
Dirinya pun menjelaskan bahwa adapun tradisi laku seni dari salafunashalih nusantara seperti Wali Songo, misalnya Wayang sebagai media dakwahnya. Adapun seni dalam rangka menyebarkan nilai-nilai Islam.
“Seni sebagai kendaraan. Seni menjadi instrumen, wahana, dan sarana dakwah membawakan nilai-nilai agama yang indah menentramkan.” tega Gus Yahya.
Gus Yahya menegaskan kembali bahwa subtansinya seni adalah dakwah.
“Jadi nggak perlu idiologi seni tertentu. Lesbumi pun di masa awalnya menentang Lekra yang bangun ortodoksi budaya. Lesbumi yang mana menolak wawasan budaya yang monolitik.” imbuhnya.
Dikisahkan Fuad Hasan ialah seorang yang mengagas adanya kongres kebudayaan Indonesia. Banyak orang menilai itu gagasan brilian. Tapi hal itu oleh Gus Dur ditentang karena dunia seni tidak boleh gimik politik.
“Kebudayaan itu sangat cair. Maka pertimbangan syariat adalah syarat. Dan keberadaan Lesbumi merupakan perangkat NU dalam menyelenggarakan dakwah Islamiyah Ala Ahli Sunnah Waljamaah Annahdliyah.” pungkasnya.
Sebelumnya Ketua Lesbumi PBNU KH Jadul Maula melaporkan dalam sambutannya bahwa Harlah dan Rakornas merupakan ajang temu sapa para pengurus Lesbumi pusat, atas, bawah, dan Istimewa yakni Lesbumi PBNU, PWNU, PCNU, dan PCI dari beberapa negara.
“Sejumlah 333 delegasi peserta yang bisa hadir pada saat ini. Ada berbagai sebab dan keadaan tidak semua bisa hadir.”
“Maka saya laporkan bahwa yang hadir saat ini karena mampu, berdaulat secara waktu, dan punya sangu.” Kelakar Begawan Kiai Jadul.
Pertemuan ini, lanjutnya, digagas guna berbagi ilmu, pengalaman dan adapun masalah maka bersama cari solusinya, dalam persoalan kebangsaan, keumatan, dan lainnya, banyak hal bisa dibahas dalam pertemuan ini.
Dijelaskan mengenai tema “Mengugah Daya Sinergis Mengukuhkan Keseimbangan Ekologis” merupakan instrumen upaya membangkitkan hubungan dalam keseimbangan, manusia dengan Tuhan, dengan lingkungannya, alam lahir dan batinnya.
Adapun Rakornas sebagai media dialog antar seniman budayawan sebagai ikhtiar keseimbangan meruwat kosmologi karena perilaku manusia dipengaruhi wukunya.
“Harlah ke 64 dan Rakornas ke 6. Angka 6 simbol keseimbangan dan angka 4 sinergitas maka jadilah 10. Angka 10 merupakan angka kesempurnaan.” Jelasnya.
Tepuk tangan pun menggema. Dan itu sontak segera mengingatkan semua pada sosok almagfurlah Ki Jumali Darmo Kondo siang tadi (Ahad, 05/05/2024) kala menantikan penjemputan rombongan akan berangkat ke acara Harlah ke-64 dan Rakornas Lesbumi ke-6 beliau wafat. Lahu Alfatihah.
Perlu diketahui malam pembukaan Harlah dan Rakornas Lesbumi tersebut dihadiri Ketua PBNU Alissa Wahid, Sekretaris Jendral PBNU H Syaifullah Yusuf beserta pengurus PBNU lainnya, dan di dampingi oleh PWNU DIY, dan PCNU-PCNU se DIY.
Doa penutup berlangsung khusuk dan khidmat dibawakan secara khusus oleh KH Sholahudin Mansur Rais Syuriyah PCNU Kota Yogyakarta (IHA)