Membaca Idealisme Kepemimpinan Gus Dur
NU CILACAP ONLINE – Saat menjadi seorang presiden, Gus Dur memang ditantang kepemimpinannya melalui munculnya gerakan sparatis, yang memungkinkan Indonesia akan tercerai berai.
Menjadi seorang pemimpin dalam suatu organisasi kecil atau yang lebih luas lagi yakni menjadi sorang pemimpin Negara, memang tidak mudah. Semua ada berbagai tantangannya.
Tetapi melihat bagaimana kiprah dari seorang pemimpin, inilah yang seharusnya dicerna. Bagaimana seorang pemimpin itu dapat mengkonsolidasi, dapat ditaati titahnya. Dan punya kekuatan besar sebagai pendobrag suatu perubahan.
Kepemimpinan Gus Dur
Pada realitanya, sedikit sekali pemimpin yang dapat berjalan mulus jika mereka tidak berkompromi dengan mereka yang dipimpinnya. Meski tantangan besar dari seorang pemimpin adalah ketika ia dihadapkan dengan idealismenya. Sesuatu yang menurutnya benar, dan itu harus dilakukan.
Untuk itu berkaca pada idealisme seorang pemimpin, tidak ada yang lebih dapat dijadikan contoh selain mendiang Gus Dur atau Abrurahman Wahid. Presiden ke-4 sekaligus ketua umum PBNU periode tahun 1984-1999.
Idealismenya tidak mengalahkannya berkompromi untuk mempertahankan diri sebagai presiden Republik Indonesia kala itu. Posisinya aman menjadi presiden jika Gus Dur tidak idealis mengkompromi ide-idenya dengan lembaga-lembaga kenegaraan lainya seperti DPR. Kita tahu, tidak sedikit arah kebijakan Gus Dur yang tidak disetujui.
Seperti diketahui sebelum lengsernya Gus Dur dari tampuk kepemimpinan Republic Indoneisa pada tahun 2001. Gus Dur membuat suatu kebijakan yang sangat revolusioner. Saat itu kebijakannya tidak hanya menyentuh secara struktural dan fungsi lembaga kenegaraan sebagai langkah dari estafet jalannya reformasi pasca orde baru.
Namun lebih luas dari itu, Gus Dur membawa arah kebijakan Negara dengan praktik-prakik humanisme, yang selama itu dalam aktivismenya mendapat tekanan yang luar biasa dari pemerintah otoriter orde baru dengan praktik militerismenya.
Pasca Gus Dur menjadi presiden terpiih 20 Oktober 1999. Lewat tangan dingin Gus Dur, Indonesia maju dalam hal plurailsme. Kebijakan Gus Dur mengenai toleransi dibuktikan dengan mengakui Konghucu sebagai agama resmi di Indonesia, sekaligus menjadi agama ke-enam.
Selain itu warga Tionghoa juga dapat merayakan hari raya imlek di Indonesia yang sebelumnya dilarang oleh pemerintah orde baru selama berpuluh-puluh tahun.
Kebijakan dan Keberanian
Titik di mana banyak protes dilakukan, baik oleh DPR atau lembaga-lembaga lainnya adalah ketika Gus Dur secara terang-terang ingin membubarkan departemen sosial yang menurutnya harus mengayomi masyarakat dengan kinerjanya di bidang sosial, justru sudah dikuasasi oleh para koruptor dengan nilai korupsi yang gede-gedean sehingga depertemen social kurang optimal.
Gus Dur saat menjadi presiden, dirinya juga mendorong percepatan reformasi ABRI, di mana harus ada keterpisahan antara politik dan angkatan bersenjata di Indonesia yang sebelumnya oleh orde baru, ABRI juga turut berpoltik. banyak perwira ABRI yang mengisi jabatan strategis yang seharusnya diisi oleh warga sipil.
Baca juga Memilih Pemimpin Menurut Al-Qur’an
Selain kebijakan tersebut, pada era Gus Dur yang tidak kalah menjadi perdebatan publik yakni; Gus Dur meminta maaf pada ex Partai Komunis Indonesia (PKI) yang selama orde baru dikucilkan dan mengalami sebuah fakta tragis peristiwa kemanusiaan saat Gestapu (Gerakan 30 September 1965).
Pertimbangan Gus Dur pada saat pembelaan terhadap ex PKI bahwa tugas mengucilkan ex-PKI bukan tugas dari Negara. Sebaliknya Negara harus melindungi warganya sesuai dengan undang-undang dasar, di mana berabad-abad lamanya Nusantara berbangsa tanpa nama yakni Bhineka Tunggal Ika dalam wawancaranya di Acara Kick Andy tahun 2009 silam.
Sontak dengan keputusan itu, banyak perdebatan bahwa PKI akan bangkit lagi tetapi keberanian Gus Dur pernah mengatakan “PKI kok ditakuti”. Alhasil, saat itu kegaduhan terjadi di dalam negri, menyusul kerusuhan sedang terjadi berbagai wilayah Indonesia seperti Aceh, Maluku, dan Papua.
Saat menjadi seorang presiden, Gus Dur memang ditantang kepemimpinannya melalui munculnya gerakan sparatis, yang memungkinkan Indonesia akan tercerai berai.
Salah satu upaya Gus Dur meredam itu yakni berkompromi dengan masyarakat Papua yang saat itu bernama Irian Jaya dengan memperbolehkan berkibarnya bendera Bintang Kejora di bawah bendera Merah-Putih sekaligus merubah nama Irian Jaya menjadi Papua sebagai symbol dari budaya masyarakat Papua.
Gus Dur dan Kontroversinya
Maka melihat apa kiprah Gus Dur saat menjadi presiden dengan keberaniannya serta kebijakannya yang dinilai kontoversial. Sisi menarik dari Gus Dur sehingga dirinya mendapat pertentangan yang membuat melalui sidang istimewa MPR. Gus Dur dilengserkan dari tampuk kepemimpinan Presiden Indonesia berdasarkan idealisme yang dipegangnya.
Gus Dur tidak takut dipertentangkan selama kebijaknnya benar dan memilih tetap mempertahankan ide-ide kebijaknanya meski DPR dan MPR saat itu tidak sejalan dengannya, yang membuat Gus Dur dilengserkan meski dirinya dapat memilih kompromi untuk mempertahnkan diri sebagai presiden saat itu.
Pasca dilengserkan, Gus Dur kelaur dari istana dengan celana kolor dan kaos oblong, bukti bahwa dirinya tetap rendah hati dan berhati dingin. Supaya tidak dianggap lagi sebagai presiden, yang sama sekali tidak berhasrat membela mati-matian jabatan yang disandangnya. Meski 300 ribu orang tanda tangan menurut Gus Dur meminta dirinya tidak mundur sebagai seorang presiden.
Pelajaran tentang kepemimpinan lain yang pernah dilontarkan Gus Dur sebagai pemimpin “presiden” yakni pemimpin harus berwawasan luas, berpengalaman luas, serta mempunyai basis pendukung yang kuat.
Seperti diketahui, Gus Dur selain sebagai seorang politisi, ia juga adalah seorang budayawan dan tokoh demokrasi. Serta terkenal sebagai seorang petualang yang bergaul lintas agama, lintas kultural, dan berwawasan dunia. Gus Dur juga pernah hidup di Eropa, mesir dan Timur Tengah mencari ilmu pengetahuan.
Selain itu kerendahan hati Gus Dur juga tetap mau dekat dengan kiai kampung. Sering berkelilng ke kampung-kampung mengisi pengajian terlepas dirinya pernah menjabat sebagai seorang presiden.
Dukungan Rakyat
Maka dengan pendukung yang kuat sebagai salah satu hal yang harus dipunyai seorang pemimpin. Bukan Gus Dur tidak di dukung oleh rakyat. Tapi jelas, setidaknya warga NU dan minortas tetap mendukung Gus Dur.
Tetapi tetap dilengserkannya Gus Dur oleh sidang MPR, tanda bahwa dukungan merupakan factor penting dari tetap berjalannya seorang pemimpin. Oleh sebab itu Gus Dur sadar betul atas nama kebenaran dan idealismenya untuk merelakan sebagai seorang presiden.
Dirinya sadar, ketika Gus Dur tetap kekeh mempertahakan jabatan presiden, tetap akan ada perang saudara, di mana banyak pendukungnya dari Jawa Timur. Khusunya warga NU (Nahdhatul Ulama) yang siap mendukung dengan upaya apapun agar Gus Dur tidak lengser.
Dan apa kata Gus Dur pada pendukungnya; “urusan politik itu urusan saya, biar nanti sejarah yang akan menilai” bukti dari kelegowoan Gus Dur. Tetapi dirinya tidak mau menyerah pada ketidak benaran dan masih berpegang bahwa ketidakbenaran tidak perlu dikompromi.
Terbukti pemikiran Gus Dur selalu relevan untuk dikaji pada masalah kemanusiaan yang terjadi di Indonesia dan Gus Dur dianggap sebagai Guru Bangsa oleh bangsa Indonesia, yang pemikirannya menjadi alternative rujukan tentang pluralism di Indonesia, tidak hanya bagi pemikiran islam tetapi juga diluar itu. (Foto Ilustrasi Gus Dur (Edy Wahyono/detikcom. Toto Priyono)
Baca juga Gus Dur Yang Selalu Dirindukan