Haji Riang Gembira 2023 Part 21 Thaif, Kota Sejuk dan Bersejarah

NU CILACAP ONLINE – Thaif, Kota sejuk dan bersejarah, menjadi tempat persinggahan jamaah haji Indonesia 2023 yang ke sekian kalinya. Di sini mereka menoreh kenangan sembari menapak tilas jejak perjuangan sang Baginda Nabi Muhammad SAW.

Kota Thaif

Pada tahun 619 M, atau 10 tahun setelah kenabian, Nabi Muhammad saw melakukan perjalanan ke kota Thaif, ditemani oleh Zaid bin Haritsah dengan berjalan kaki yang berjarak sekitar 110 km atau 67 mil ke arah tenggara.

Kota Thaif masuk di provinsi Makkah al Mukarramah. Saat ini Thaif adalah kota yang sedang dikembangkan oleh pemerintah Saudi Arabia sebagai kota wisata. Di kota ini rencananya akan dibangun bandara baru untuk menaikturunkan jamaah haji dan umrah. Di samping juga untuk menurunkan wisatawan mancanegara yang melancong ke Saudi Arabia.

Kota Thaif memang hawanya sejuk. Ia berada di ketinggian 1700 mdpl. Kota Thaif juga memiliki kondisi tanah yang relatif lebih subur dibandingkan dengan kebanyakan wilayah Saudi Arabia. Karenanya, kota ini menjadi sentra produksi pertanian, khususnya hortikultura seperti buah-buahan, sayuran dan bunga-bungaan.

Di kota ini pula terdapat sentra produksi minyak wangi berbahan dasar bunga mawar. Konon, wewangian di Ka’bah salah satunya bersumber dari produksi minyak wangi Thaif, dan Jumat ini, saya dan rombongan satu bus diberi kesempatan berkunjung ke sini, ke salah satu pusat produksi minyak wangi, Thaif.

Baca juga Tarekat Tijaniyah Didirikan Oleh Muhammad bin al-Mukhtar at-Tijani

Napak Tilas Jejak Rosul Di Thaif

Sebagaimana masyhur diceritakan, perjalanan Nabi ke Thaif mengalami banyak hal. Perjalanannya berliku dan naik turun pegunungan berbatu. Sesampainya di Thaif dan menemui penguasa di sana saat itu, yakni Bani Tsaqif, ajakan Nabi untuk memeluk Islam ditolak. Bahkan penguasa Thaif menyuruh budak-budak untuk mengusirnya dan melemparinya dengan batu hingga Nabi dan Zaid terluka.

Untuk menapaktilasi perjalanan Nabi di pegunungan berbatu ini, di kota Thaif telah disediakan kereta gantung yang melintasi pegunungan al-Hada. Rombongan kami, yang tua dan muda, sebagian besar memanfaatkan moment ini.

Kami menjajal kereta gantung untuk bisa menikmati penggalan keindahan kota Thaif yang memiliki infrastruktur jalan raya menanjak menembus terjalnya gunung batu dan mengamati jalur pendakian jalan setapak Nabi Muhammad SAW yang bersejarah.

Sementara yang lainnya hanya keluar menikmati pemandangan di titik awal pemberangkatan kereta gantung. Yang lainnya lagi bahkan ada yang tetap bertahan menunggu di dalam bus.

Pemandangan alam kota Thaif memang mengagumkan. Ini juga alasan mengapa mereka pada menjajal kereta gantung, “mumpung di Thaif, kapan lagi mau ke sini”. Itu ungkapan santun yang sempat saya dengar. Tetapi ada ungkapan lain yang cukup blak-blakan yang juga saya dengar, “dulu waktu kecil, palingan hanya ayun-ayunan pake blukang”. Bisa jadi, inilah alasan sesungguhnya yang keluar dari lubuk hatinya yang dalam dan bawah sadarnya.

Menaiki kereta gantung adalah destinasi terakhir rombongan kami sebelum di Qarnul Manazil untuk menunaikan shalat Ashar dan sebagian mengambil miqat untuk melaksanakan umrah sunnah.

Perpustakaan Abdullah Bin Abbas

Sebelum itu, destinasi pertama yang kami kunjungi adalah masjid dan perpustakaan Abdullah bin Abbas, di tengah kota Thaif, yang di belakangnya terdapat makam Ibnu Abbas. Ibn Abbas adalah sahabat sekaligus sepupu Nabi yang banyak meriwayatkan hadits. Beliau dikenal sebagai sahabat yang alim selain Ali bin Abu Thalib.

Thaif kota sejuk dan bersejarah

Menurut suatu riwayat, beberapa saat setelah Abdullah bin Abbas lahir, Nabi sempat menimangnya dan menyipratkan air liurnya sembari berdoa agar si jabang bayi nantinya menjadi orang yang alim dan ahli hikmah. Keturutan, beliau menjadi sahabat yang alim allamah.

Menjelang akhir hayatnya, beliau pindah ke Thaif dan meminta untuk dimakamkan di Thaif kalau meninggal. Diriwayatkan juga, beliau berkata, Makkah dan Madinah terlalu suci. Lalu pada tahun 592H, dibangunlah sebuah masjid di dekat makam beliau yang diberi nama masjid Abdullah bin Abbas.

Ada hal menarik yang terjadi saat kami ke makam. Makam Abdullah bin Abbas itu konon di belakang Masjid, tetapi yang mana makamnya tidak jelas. Jadi kami hanya berhenti lalu baca fatihah dan berdoa.

Kami kemudian bergerak untuk memastikan di mana sebetulnya makam Abdullah bin Abbas. Kami ditunjukkan jalan menuju makam. Sampai di makam, ada beberapa pekerja makam sedang duduk-duduk ngobrol. Saya sudah curiga, dan sempat terucap, palingan minta uang.

Kami teringat pas ke makam Tsarayya di Makkah, dua kali ke sana, pekerja selalu meminta uang. Di makam Thaif ini ternyata tidak seperti itu. Kami berenam justru yang dikasih minum dan croisant, roti yang ueenak. Saya langsung beristighfar.

Mungkin karena hawanya yang sejuk, kota Thaif banyak digunakan sebagai tempat peristirahatan dan pariwisata di musim panas. Raja dan kerabatnya juga membangun tempat-tempat peristirahatan di kawasan ini. Sehingga Thaif juga dikenal sebagai Qaryah al Mulk atau desa para raja.

Baca juga Munajat Syekh Ahmad Rouhi Adduhaibi Al-Jaelani Di Majenang

Masjid Adas dan Masjid Kuk

Usai dari masjid dan ziarah makam Abdullah bin Abbas, rombongan bergerak ke masjid Addas. Masjid Addas adalah masjid sebagai penanda bertemunya Nabi dan Zaid bin Haritsah dengan Addas, seorang pekerja Nasrani utusan Utbah dan Syaibah untuk mengantarkan anggur kepada Nabi yang sedang beristirahat karena kelelahan dan terkuka. Dari situlah kemudian Addas mendapatkan hidayah dan memeluk Islam.

Di masjid ini, bus hanya melewatinya saja. Masjidnya kecil dan berada di pinggiran jalan raya. Tidak ada tempat parkir. Jadi rombongan hanya ditunjukkan saja bahwa ini masjid Addas.

Usai dari masjid Addas, bud terus bergerak pelan menuju masjid Kuk. Ini juga masjid kecil, palingan hanya mampu menampung 10 orang jamaah. Di tempat ini, dulu Nabi Muhammad saw beristirahat saat melakukan perjalanan ke Thaif. Beliau beristirahat sambil tiduran beralaskan sikunya. Nah batu tempat sikunya itu nepak. Maka ketika di tempat itu dibangun sebuah masjid, dinamakan masjid kuk (siku).

Sama dengan masjid Addas, masjid Kuk juga terletak di pinggir jalan raya. Tidak ada parkir. Jadi bus hanya melewatinya saja. Terlihat dudukan pintunya masih menampakkan keasliannya.

Pabrik Parfum

Bus terus bergerak melaju semakin kenceng menuju pabrik pembuatan parfum. Masih di kawasan Thaif, bus berhenti tepat di depan pabrik. Kami semuanya turun, lalu masuk ke dalam pabrik. Di kiri kanannya bunga mawar tumbuh lebat dan bau wanginya sangat terasa.

Kami dikumpulkan di satu ruangan untuk diberi penjelasan tentang proses pembuatan minyak wangi yang berasal dari bunga mawar. Salah satu penjelasan itu mengungkap bahwa 10.000 bunga mawar dicampur dengan 25 liter air lalu dipanaskan selama 9 jam. Hasilnya, didapat minyak wangi sebanyak hanya 3,5ml. Saya tidak nanya kenapa bisa begitu, karena ngomongnya juga susah. Wong ketika menerjemahkan juga belepotan.

Pada akhirnya, si bagian pemasaran ini menggunakan bahasa Indonesia. Rombongan serempak bilang, lha, jebul bisa… Saya cuma mbatin, Asemmm… Bagian pemasaran terus menawarkan satu paket berisi 1 botol minyak wangi original wardah, satu botol lotion, dan satu botol air dari original wardah seharga 100 SAR. Salah satu anggota rombongan menawar 50 SAR. Lalu deal. Banyak jamaah yang mengambilnya. Saya dan beberapa teman memilih yang dipajang di etalase.

Dari pabrik minyak wangi, rombongan bergeser ke masjid untuk jumatan dan makan siang. Usai makan siang rombongan menuju ke destinasi kereta gantung. Di tempat inilah jamaah yang tua dan muda pada menjajal naik kereta gantung sebagaimana yang sudah diceritakan di bagian depan.

Di destinasi ini yang paling lama durasinya. Saya hanya menonton saja. Sebetulnya ini peristiwa dan pengalaman yang heboh banget. Tetapi mereka tidak menceritakannya. Mungkin mereka sungkan, sudah sepuh. Namun saya melihat wajah-wajah yang terpuaskan, impasse dengan harga tiketnya yang 60 SAR. Terbayar lunas hal yang ketika masa kecil tidak bisa menikmatinya. (Bersambung ke part 22).

Tentang Penulis

Tentang Penulis

Fahrur Rozi, ketua Lakpesdam PCNU Cilacap, kepala LP2M Universitas Nahdlatul Ulama Al-Ghazali (UNUGHA) Cilacap. (Tharawat Hotel Misfalah, 15 Juli 2023)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button