Haji Riang Gembira 2023 Part 12; Persiapan Thawaf Ifadah

NU CILACAP ONLINE – Usai lempar jumrah tanggal 12 Dzulhijjah bagi yang nafar awal, atau tanggal 13 Dzulhijjah bagi yang nafar tsani, kegiatan berikutnya adalah thawaf ifadah.

Kapan thawaf ifadah dilaksanakan, kloter SOC 70 menjadwalkan hari Senin, 3 Juli pagi sesuai hasil rapat Sabtu kemarin. Pertimbangan utama adalah kondisi sudah fresh dan bus shalawat juga sudah beroperasi.

Thawaf Ifadah

Thawaf ifadah adalah thawaf (berjalan) mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali putaran yang merupakan satu kesatuan dalam rangkaian rukun haji. Artinya, thawaf ini harus dilakukan oleh setiap orang yang melaksanakan ibadah haji.

Jadi, tanpa melakukan thawaf ifadah maka itu belum haji namanya. Ini konteksnya adalah haji yang normal. Kalau haji orang yang sakit, beda lagi pembahasannya.

Sebelum hari Senin tiba, ternyata sudah banyak yang melakukan thawaf dan menyempurnakan hajinya, artinya mereka sudah tahallul tsani. Ini normal saja, tidak bisa disalahkan. Mereka memiliki pertimbangan sendiri. Mereka khawatir istrinya segera datang menstruasi kalau harus menunggu sampai Senin. Ini adalah alasan syar’i dan dlaruri yang tidak bisa dihindari.

Kita tidak perlu syirik atau su’udhan kepada mereka. Misalnya, “ah, alasan menstruasi itu hanya modus saja, padahal yang sesungguhnya terjadi, sudah tidak tahan lagi, dan kalau terjadi berat konsekuensinya, unta/sapi satu atau kambing 7”.

Sebaliknya, mereka juga tidak boleh ngapokaken kepada yang tidak punya/bawa istri/suami. Misalnya, “salahe sapa, lunga adoh-adoh dewekan, bojone dinggurna”; atau “shalat di masjidil haram kan 100.000 kali pahalanya dibandingkan di masjid lain, ‘ibadah’ ini di Makkah juga kurang lebih sama pahalanya…”

Oleh karena itu, ketika rapat evaluasi Armuzna dan persiapan thawaf ifadah, saya mengusulkan kepada ketua kloter untuk menyisir perempuan-perempuan muda yang memiliki masa subur agar dipertimbangkan betul kondisi ini. Baca juga Thariq Ya Hajj, Taksi Negosiasi

Jangan sampai hanya gara-gara waktu thawaf ifadah yang agak mundur, ada jamaah yang keduluan datang bulan hingga harus menunggu lama lagi, sementara jadwal keluar dari Makkah menuju Madinah sudah ditentukan.

Alhamdulillah, kondisi jamaah tetap kondusif. Sebagai sebuah group, semuanya tetap konsisten mematuhi arahan pemimpinnya.

Bahwa ada beberapa orang yang melakukan thawaf ifadah sa’i tahallul tsani dan menyempurnakan hajinya itu memang iya, dan itu dilakukan oleh beberapa ketua rombongan (karom), itu tidak masalah. Yang penting mereka tetap konsisten untuk membersamai jamaahnya hingga sempurna hajinya.

Udzur syar’i harus segera diatasi dan dicarikan solusi, tetapi kebersamaan dan kekompakan group juga harus selalu dijaga. Nah, dua hal ini selalu mengiringi dinamika dan perjalanan di group kloter SOC 70. Nyaman sekali rasanya. Karu (ketua regu), karom (ketua rombongan), dan petugas haji selalu berembug bersama, dan jamaah sam’an wa tha’atan atas keputusan yang diambil. Alhamdulillah.

Jamaah Merasa “Ditinggal”

Sisi lain dari itu adalah cerita seorang karu (karu membawahi anggota berjumlah 10-12 orang) yang salah satu anggotanya merasa ditinggali terus oleh teman-temannya. Dia pergi ke Makkah itu tujuannya untuk berhaji, lha kok malahan teman-teman pergi tidak pernah ngajak.

Ungkapannya kurang lebih begini: “Dening nyong ditinggali bae, nyong bé pingin haji, adoh-adoh sekang Cilacap”. Itulah penggalan kegelisahan yang terungkap melalui lisannya yang polos, blak-blakan, ikhlas.

Kebetulan beliau tidak ada keluarga yang mendampingi. Yang mendampingi adalah pendamping yang dipercaya, ya karu itu. Beliau tahunya selalu ditinggal ke haram oleh teman sekamarnya. Beliau tidak tahu bahwa mereka itu berangkat menuju masjid hotel. Bukan ke haram.

Ketika dijelaskan oleh teman sekamarnya, beliau tidak percaya. Penjelasan sudah sangat gamblang, beliau tetap tidak percaya. Dan, kejadian berikutnya bisa ditebak, seisi kamar jadi ribut. Kejadian ini terus berulang. Sudah dijelaskan gamblang dan berulang, tetapi beliau merasa ditinggal sendirian, padahal berangkat bareng-bareng dari rumah sama-sama mau menunaikan ibadah haji.

Temannya risih juga, dan nggak mau kalau ribut melulu di kamar, menjadikan tidak nyaman. Dia akhirnya mengundang pendamping yang dipercaya itu, sesama orang Cilacap. Baca juga Lempar Jumrah, Rapat di Mina 

Pendamping datang, dan dengan pelan memberi penjelasan : “…mbah, niku rencang-rencang  anu tindak teng masjid hôtel, bade subuhan teng lantai ngandap (SR), mboten tindak teng Haram, mbahe napa purun munggah mudun lift, menceté napa saged, mangke gari kesasar ?…” Dijelasin begitu oleh pendamping, mbahe cuma bilang: “…Ooo…” pertanda beliau memahami. Persoalan selesai.

Sehari kemudian, mbahe kumat lagi. Temannya yang sudah paham dengan kondisi langsung mengundang pendamping untuk menenangkan. Dan, kamarpun aman kondusif terkendali. Jadi setiap kondisi seperti itu, pendamping memiliki peran yang sangat besar. Namanya juga pendamping, ya harus mendampingi.

Kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari, ketika thawaf ifadah betul-betul dilaksanakan di masjidil haram untuk memenuhi seluruh rukun haji. (Bersambung ke part 13).

Tentang Penulis

Tentang Penulis

Fahrur Rozi, ketua Lakpesdam PCNU Cilacap, kepala LP2M Universitas Nahdlatul Ulama Al-Ghazali (UNUGHA) Cilacap. (Tharawat Hotel Misfalah, 2 Juli 2023)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button