H Imam Tobroni: Inspirasi Islam untuk Moderasi Beragama
NU CILACAP ONLINE – Bagaimana ajaran agama Islam menjadi inspirasi untuk moderasi beragama, sebagaimana sedang gencar dikampanyekan di Indonesia? H Imam Tobroni punya catatan tentang Inspirasi Islam untuk Moderasi Beragama
Ajaran agama Islam memberikan nuansa luas untuk peradaban manusia yang dapat memberikan inspirasi hidup. Sebab kehidupan di dunia ini yang akan berimplikasi terhadap kehidupan kita di akhirat.
Untuk itu, Al-Qur’an sebagai sumber atau petunjuk bagi manusia agar dapat menjalankan waktu atau kehidupan sebaik-baiknya.
Kehadiran Islam ini untuk mengangkat harkat kemanusiaan, agar manusia dapat hidup sebagaimana makhluk Tuhan yaitu, manusia itu sendiri. Manusia itu sesungguhnya makhluk penuh kemuliaan, sebaik-baik bentuk ciptaan Tuhan.
Surat at-tin
لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ
Maka untuk menjaga kita agar tetap dalam kebaikan,
ثُمَّ رَدَدْنٰهُ اَسْفَلَ سَافِلِيْنَۙ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَلَهُمْ اَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُوْنٍۗ
Untuk menjaga manusia agar dapat tetap dalam bingkai kemanusiaan, terdapat akal yang dapat membedakan baik dan benar atau membedakan mana perintah dan larangan dari Allah. Agama inilah yang membimbing kita agar dapat menjadi pribadi yang baik.
Oleh karena itu sebab kita hidup berdampingan dengan makhluk Tuhan yang lain, maka agama mengajarkan bagaimana kita membangun hubungan kita dengan makhluk yang lain atau hablum minannas. dalam rangka menjaga nilai-nilai kemanusiaan agar kita tetap dalam posisi sebagai makhluk terbaik.
Kita hidup dalam masyarakat tentu perlu kita lihat posisi kita, apa dalam area lingkungan terkecil seperti tingkat RT sampai bernegara.
Kehidupan kita dalam berbangsa, tidak dalam situasi yang sama atau homogen. Dalam bernegara kita tentu memiliki situasi yang berbeda-beda, baik secara suku, bangsa, maupun jenis kelamin. Kita tahu persis bahwa kehidupan berbangsa itu adalah sebuah pemberian, sebab kita tidak tahu akan dilahirkan kapan dan di mana.
Kita lahir di Negara Indonesia merupakan pemberian dari Allah yang mana negara ini memiliki kekayaan dan potensi yang beragam. Agama hadir dalam ya’lu wa tinggi dan ditinggikan. Dalam kehidupan mana pun, agama pasti hadir. Baik hadir dalam kehidupan yang bersifat homogen, maupun heterogen, yang menjadi sunatulloh atau keniscayaan kehidupan itu pun hadir.
Agama dalam kehidupan ini memberikan kita inspirasi dalam kehidupan yang sangat plural atau heterogen, memberikan kita inspirasi kehidupan agar kita tetap dalam nilai-nilai kemanusiaan agar tercipta harmoni atau kehidupan yang rukun.
Maka lahirlah istilah bagi kehidupan bagi keagamaan yang moderat. Yaitu agama yang menjaga nilai-nilai universal kemanusiaan.
Moderasi beragama yaitu kehidupan di mana komposisi kita dengan masyarakat, nilai agama yang moderat yang membimbingnya. agama kita sudah moderat, dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 143;
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.”
Bahwa Allah, Tuhan menjadikan kita semua, menjadi umat yang berada di tengah. Berarti tidak condong kanan atau kiri, ini berarti mengajarkan kita untuk tidak menjadi ekstrem kanan atau kiri.
Pertama, agama dibaca secara tekstual yang bersifat hitam putih atau ditafsirkan begitu apa adanya, tanpa melihat fenomena kehidupan umat manusia atau ayat-ayat Tuhan lain yang bersifat alam semesta.
Tidak bisa kita menjustifikasi sebuah tafsir seperti itu menjadi kebenaran tunggal artinya kebenaran-kebenaran yang ditafsirkan oleh orang lain tidak dianggap benar. Padahal kita pun sebenarnya interpretasi terhadap agama itu sangat subjektif.
Kedua, mereka yang tidak menggunakan dalil teks sebagai dasar hukum atau yang disebut sebagai liberalis. Mereka bebas menafsirkan agama sesuai dengan kehendak mereka tanpa melihat teks dalam kitab suci.
Kalau kehidupan kita ini saling menafsirkan agama tanpa batas atau rambu-rambu, disisi lain apabila ada ada sebuah kelompok orang meyakini pandangan agama dengan pandangan sendiri kemudian pandangan yang lain disalahkan.
Maka yang terjadi adalah proses disharmoni dalam kehidupan kita. Nilai-nilai agama yang universal ini menjadi berantakan, di antarainya nilai keadilan, nilai keseimbangan, nilai kesetaraan dan juga nilai kemanusiaan. bagaimana kita dapat menjaga nilai-nilai agama yang universal kalau kita memiliki pandangan yang sempit terhadap agama?
Keseimbangan itu adalah cara pandang yang menempatkan segala sesuatu secara proporsional. Termasuk kita dalam menempatkan ranah agama kita untuk dapat membimbing kita dalam hidup bersama, antara satu dengan yang lainnya.
Tentu kehidupan kita ini mengarah pada kehidupan yang harmonis, baik dalam komunitas kecil maupun besar atau yang disebut bangsa. Maka komitmen kebangsaan ini menjadi salah satu indikator dari moderasi beragama, Baca: Buku Moderasi Beragama, Download File .Pdf
Bagaimana kita hidup secara faktual di Indonesia tidak lepas dari semangat kita menjaga Negara ini. Jangan sampai kita hidup di negeri ini lebih memilih mencintai negeri lain atau mem-bully negara sendiri.
Apalagi mem-bully negara ini menggunakan teks dan dalil agama seperti negara toghut, atau menghormati bendara dianggap musyrik. Yang kedua adanya toleransi, atau tasamuh adalah sikap saling menghargai, kita dilahirkan dalam kesetaraan.
Dalam Surat Al-Hujurat Ayat 13 dijelaskan;
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Bahwa sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah, adalah dia yang bertakwa”. Bukan dari warna kulit, sukunya, jenis kelamin, dari mana negara mana dia berasal.
Nilai agama kita tidak mengajarkan kita menjadi pribadi yang eksklusif yang menjauhi orang lain. Kemudian, kita juga dapat menghargai budaya lokal, “almukhofadotu ala qodimi solih wal akhd bil jadidil aslah.”
Indikator yang ketiga ini bagaimana menghargai budaya lokal yang baik agar dapat dilestarikan selama tidak bertentangan dengan agama. Yang terakhir, anti radikalisme. karena radikalisme ini bertentangan dengan ajaran agama. agama kita tidak mengajarkan sikap marah tetapi bersifat lemah lembut. berkata saja kita diminta kaulan karimah, kaulan sadida, yang menggambarkan agama kita penuh kasih sayang, lemah lembut.
Update: Dr H Imam Tobroni S.Ag., M.M., adalah Ketua PCNU Cilacap Masa Khidmat 2024-2029 hasil Konfercab NU Cilacap tahun 2024.