Biokonservasi Bank Sampah Al Ihya; Dari Sampah Jadi Rupiah
NU CILACAP ONLINE – Berbicara sampah biasanya identik dengan kumuh, bau menyengat dan lalat yang mengerubung. Tapi siapa yang sangka bila sampah dan lalat bisa jadi sumber pundi-pundi rupiah. Inilah yang dilakukan oleh sekelompok santri yang tergabung di Bank Sampah Nusantara Pesantren Al Ihya Ulumaddin Cilacap dengan melakukan biokonservasi sampah.
Kata sampah memang identik dengan tumpukan sampah yang menggunung, kumuh, terabaikan, dan bau menyengat, sehingga mengundang datangnya lalat. Di mana ada sampah di situ pasti ada lalat.
Namun siapa sangka kalau di balik fenomena tersebut sampah dan lalat menjadi sumber pundi-pundi rupiah. Dengan memanfaatkan jenis lalat tertentu, biokonservasi terjadi dan sampah pun terurai hingga tak ada lagi sampah menggunung lagi menjijikkan. Justru yang ada adalah pundi-pundi uang yang menjanjikan.
Biokonservasi sendiri sebuah studi mengenai alam dan status dari keanekaragaman hayati bumi dengan tujuan melindungi spesies, habitat, dan ekosistem hewan dan tumbuhan dari laju kepunahan dan erosi interaksi biotik.
Biologi konservasi merupakan sebuah subjek interdisipliner yang mengacu pada ilmu alam dan ilmu sosial, dan praktik manajemen sumber daya alam. Maka dengan kontek ini upaya mengurai sampah dengan menggunakan lalat bisa dikategorikan sebagai biokonservasi.
Mengenal Magot, si Lalat Pengurai Sampah Organik
Bukan sembarang lalat bisa digunakan untuk mengurai sampah. Hanya jenis tertentu saja yang bisa. Di Bank Sampah Nusantara sendiri Lalat yang dimanfaatkan adalah jenis lalat Black Soldier Fly (BSF). Lalat ini berkembang biak dengan bertelur dan kemudian akan berubah menjadi larva atau biasa disebut magot.
Siklus lalat BSF ini ada 5 fase yaitu telur, mini larva, larva (magot), pra pupa, pupa dan yang kemudian selanjutnya menjadi lalat BSF. Dari keseluruhan siklus ini umurnya mencapai 35 hari. Larva dari BSF atau maggot inilah yang dimanfaatkan untuk mengurai sampah organik.
Bank Sampah Nusantara Al Ihya Ulumaddin menerapkan proses biokonservasi oleh magot. Sehingga, dapat mendekredasi sampah lebih cepat, tidak berbau dan menghasilkan kompos organik.
Menurut Direktur Bank Sampah Nusantara (BSN) Al Ihya Dedi Alpian, sampah yang diperoleh dari pesantren mencapai 1,2 ton per hari. Di sinilah kemudian para santri memilah antara sampah organik dan sampah anorganik. Dedi juga menyampaikan bahwa sampah organik berupa sayur, nasi, limbah resto menjadi sumber makanan untuk budi daya magot.
“Biasanya sampah yang kita peroleh dari pesantren itu perhari itu bisa mencapai 1,2 ton. Itu perhari. Ini nanti akan kita pisah akan kita pilah menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Untuk tonase sampah organic itu bisa mencapi 350 kg perhari. Nah, ini nanti kita pisah lagi karena idealnya untuk maggot sendiri itu sukanya makan yang sampah organic berupa sayur, nasi limbah resto. Kemudian, sisanya atau selebihnya itu kita kompos melalui biobakteri seperti itu,” jelas Dedi
Baca juga; Bank Sampah Resik Harjo Ubah Sampah Jadi Rupiah
1 kg magot mampu mengeringkan dan menghabiskan sekitar 2-3 kg sampah organik dalam waktu hanya sehari. Artinya, BSN Al-Ihya berpotensi menghasilkan 50-100 kg magot dalam sehari. Selain untuk mengurai sampah organik magot BSN ini juga bisa menjadi sumber protein untuk pakan ternak. Di sinilah nilai ekonomi sampah dari yang sebelumnya tidak ada gunanya menjadi sesuatu yang memiliki nilai jual.
Produk penjualan ini dinamai Dry Mag, yang memiliki 2 variasi yaitu magot kering dan magot fresh (yang belum dikeringkan). Dedi juga menyampaikan bahwa harga jual magot akan lebih meningkat ketika telah dikeringkan.
“Untuk hasil panen kita yang fresh magot bisa mencapai 20 kg perhari. Kemudian ada panenan pra pupa itu bisa mencapai 2-5 kg perhari. Selanjutnya, untuk telur magotnya itu mencapai 30 g perhari,” terang Dedi
“Untuk produk unggulan kami itu produk dry mag. Produk dry mag adalah produk magot fresh yang dikeringkan menggunakan microwave. Nah, ini harganya juga lumayan ketika sudah dikeringkan. Keunggulannya itu awet dan bisa dikirim kemana-mana. Harganya juga lebih tinggi 2 kali lipat dari yang fresh,” sambung Dedi
Tidak hanya itu, direktur BSN Al Ihya ini juga menjelaskan hasil penjualan produk tersebut digunakan sebagai biaya penanganan sampah yang ada di pesantren.
“Hasil dari penjualannya ini kita jadikan untuk oprasional kembali bank sampah menjadi mandiri sehingga bisa sedikit banyak untuk mengurangi besarnya biaya yang dikeluarkan untuk penanganan sampah dipesantren,” jelas Dedi.
Baca juga Bank Sampah Sahabat Hijau Karangrena Miliki 150-an Nasabah
Bank Sampah Nusantara (BSN) Al Ihya
Bank Sampah Nusantara Al Ihya atau BSN Al Ihya, merupakan bank sampah berbasis pesantren di Cilacap yang terbentuk pada tahun 2012. BSN berdiri atas inisiasi dewan pengasuh pondok pesantren yang berkeinginan mewujudkan pesantren hijau dan berwawasan lingkungan.
Pelindung BSN Al Ihya beliau KH Shoiman Nawawi, berkeinginan mendaftarkan BSN Al Ihya ke NIB. Hal ini bertujuan agar BSN Al Ihya memiliki Nomor Induk Berusaha. Selain itu, beliau juga berharap BSN ini mampu berkembang maju dan mampu membentuk santripreneur yang dapat mengolah sampah menjadi berkah.
“Kami ingin mendaftarkan ini ke NIB agar memiliki nomor induk berusaha. Karena memang legalitas di usaha ini memalui di NIB. Nah ini, adalah proses daur ulang maka kemudian kami namakan menjadi rumah inovasi daur ulang Bank Sampah Nusantra Al Ihya, kata Gus Shoiman sapaan beliau.
Gus Shoiman yang juga Wakil Rektor 3 Unugha Cilacap mengungkap harapan Bank Sampah Nusantara semakin berkembang.
“Harapannya Bank Sampah Nusantara ini berkembang maju. Tentunya mampu memenui kebutuhan pakan mandiri, bisa untuk ternak dan tentunya bisa lebih berkembang lagi. Nah ini, menjadi santri preneur nantinya karena di kami santriprenuer ini mengolah sampah menjadi berkah.” harapnya. (Adhin/Fadil)
Artikel berita berjudul Biokonservasi Bank Sampah Al Ihya; Dari Sampah Jadi Rupiah ditulis oleh Muhmmad Fadil Abdurrahman, Diana Putri Pradhina Latifa mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Unugha Cilacap