Apa Itu Peta Jalan Kemandirian Pesantren (PJKP)?
NU CILACAP ONLINE – Apa Itu pengertian, maksud, tujuan, cakupan dan arah program kegiatan dari Peta Jalan Kemandirian Pesantren (PJKP) yang dirancang oleh Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI)? Beberapa waktu yang lalu, Kemenag RI melaksanakan uji publik tentang Peta Jalan Kemandirian Pesantren.
Seperti diketahui, Kementerian Agama (Kemenag RI) tengah menyusun Peta Jalan Kemandirian Pesantren (PJKP). Peta jalan ini disusun sebagai tindak lanjut dari salah satu program utama Presiden Joko Widodo untuk segera mewujudkan kemandirian pesantren di Indonesia.
Apa Itu PJKP?
Lalu, apa pengertian dari Peta Jalan Kemandirian Pesantren (PJKP)? PJKP adalah sebuah rancang bangun komprehensif (pondok) pesantren utamanya dari aspek ekonomi yang memiliki keunggulan dan ketangguhan yang teruji untuk melangsungkan fungsi peran pesantren dalam 3 (tiga) aspek, yaitu Pendidikan, Dakwah, dan Pemberdayaan Masyarakat di Indonesia sesuai dengan amanat Undang-Undang No 18 Tahun 2019 Tentang Pesantren.
Merujuk data Puslitbang Kementerian Agama, saat ini di Indonesia terdapat tidak kurang dari 30.549 pesantren dengan jumlah santri mencapai 4,2 juta jiwa. Dari jumlah itu, hanya sebagian kecil pesantren yang memiliki keunggulan ekonomi.
Potensi Kemandirian Pesantren
Dari dari 30.549 pesantren yang ada di Indonesia, dalam perspektif Peta Jalan Kemandirian Pesantren diketahui, kondisi ekonomi atau kemandirian pesantren Indonesia dapat diklasifikasikan ke dalam empat klaster.
- Pertama, klaster pesantren yang tidak punya usaha sama sekali.
- Kedua, klaster pesantren yang punya usaha tetapi kecil dan hanya menghidupi dirinya sendiri.
- Ketiga, klaster pesantren yang memiliki usaha yang besar tetapi kurang tersentuh oleh strategi manajemen pemasaran.
- Keempat, klaster pesantren yang punya usaha mandiri dan bisa menghidupi warga lain atau produknya sudah keluar daerah, bahkan ke luar negeri.
Dari klusterisasi (pondok) pesantren di atas, bisa diketahui bahwa potensi yang ada di pesantren dapat dimaksimalkan, pesantren yang umumnya berada di pelosok perdesaan akan menjadi kekuatan tersendiri bagi pondasi ekonomi warga.
Oleh sebab itu, cakupan dan arah program Peta Jalan Kemandirian Pesantren (PJKP) Kemenag RI, tidak lain untuk menggali dan menguatkan potensi-potensi ekonomi pesantren yang bisa dikelola agar menjadi kekuatan riil bagi pertumbuhan ekonomi umat dan bangsa secara menyeluruh.
Amanat UU Pesantren
Program Peta Jalan Kemandirian Pesantren (PJKP) adalah amanat dari UU No 18 tahun 2019 tentang Pesantren. Jika melihat dari sisi sejarah, ihwal kemandirian pesantren sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. Dalam pengertian bagaimana? Pesantren, dalam sejarahnya, adalah lembaga pendidikan yang berbasis perseorangan, dalam hal ini Kiai atau Ulama yang secara mandiri membangun pesantren dan menyelenggarakan pendidikan agama Islam.
Pada masanya, apalagi masa pra kemerdekaan, pesantren sudah ada, sudah eksis di bumi Nusantara. Keberadaan mereka tanpa sentuhan dari penguasa. Alih-alih mendapatkan sentuhan, malah mendapatkan ancaman dari kaum kolonial.
Pesantren memiliki sejarah panjang sebagai salah satu soko guru berdirinya negara republik Indonesia tahun 1945, bahkan sebagaimana dibuktikan dalam catatan sejarah, beberapa pesantren berdirinya jauh lebih dulu dibanding berdirinya negara Indonesia, sebagai contoh Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur, berdiri tahun 1745, Pesantren Buntet Cirebon, Jawa Barat berdiri tahun 1750, selain pesantren-pesantren yang dimiliki Kiai-Kiai yang saya sebut diawal tadi.
Baca Artikel Terkait
- Undang Undang Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pesantren [.pdf]
- Latar Belakang UU Tentang Pesantren, Apa Saja ?
Dalam perjalanannya Pesantren secara konsisten telah mendidik jutaan santri hingga ke pelosok negeri dan telah melahirkan para ulama dan Kiai yang memiliki kedalaman ilmu agama yang mumpuni. Pesantren tanpa kenal lelah juga ikut berperan dalam mendampingi masyakat dan turut menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di tengah masyarakat.
Melihat faktor kesejarahan diatas dan juga posisi stategis Pesantren, Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan menunjukkan perhatian yang sangat tinggi terhadap pesantren Presiden Joko Widodo selalu mengingatkan untuk melaksanakan amanat UU No 18 tahun 2019 tentang Pesantren.
Jika ditarik rentang waktu antara tahun 1945, saat kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, sampai dengan tahun 2019, saat UU No 18 tahun 2019 tentang Pesantren disahkan, ada jarak 74 tahun di mana (pondok) pesantren harus berjuang mendapatkan legitimasi menyeluruh sebagai lembaga pendidikan keagamaan Islam di Indonesia.
Alasan Memandirikan Kembali Pesantren
Dalam rentang waktu 74 tahun, atau nyaris sepertiga abad berlangsung, (pondok) pesantren ada, eksis, membangun, mengelola dan menyelenggarakan pendidikan keagamaan Islam secara mandiri. Kemandirian mereka ditopang oleh jaringan pengasuh, wali santri, alumni dan donasi masyarakat. Sedikit saja, untuk mengatakan tidak ada sama sekali, sentuhan dari pemerintah.
Dari ribuan pesantren yang ada, banyak pesantren yang ada dan bertahan, semakin maju dan berkembang. Ada banyak juga pesantren yang berkembang secara landai. Tidak sedikit pula pesantren yang mengalami “gulung tikar”.
Perkembangan zaman terindikasi menjadi faktor dan tantangan berat eksistensi pesantren, juga sistem pendidikan nasional yang pada masanya masih menganaktirikan, mensub-ordinasikan, bahkan memarginalkan pondok pesantren
Ada yang bertanya kepada saya, kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (2021); mengapa pesantren yang sejak dulu sudah mandiri masih perlu dimandirikan lagi? Menurutnya, setidaknya ada tiga alasan kenapa kemandirian pesantren harus kita lakukan.
- Pertama, Pesantren sudah teruji sebagai pusat pendidikan yang bisa bertahan bertahun-tahun, dan pesantren juga memiliki SDM yang melimpah yang berpotensi menjadi SDM yang unggul.
- Kedua, Pesantren dan masyarakat sekitarnya memiliki sumber daya ekonomi yang bila dikelola dengan baik bisa menjadi potensi ekonomi yang berkelanjutan.
- Ketiga, Pesantren memiliki jejaring antar pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia.
Karena itu Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menetapkan tujuan besar dari kebijakan kemandiran pesantren ini adalah ”Terwujudnya Pesantren yang memiliki sumber daya ekonomi yang kuat dan berkelanjutan sehingga dapat menjalankan fungsi Pendidikan, Dakwah, dan Pemberdayaan Masyarakat dengan optimal, dan ini pula yang menjadi arah maksud dan tujuan dari program Peta Jalan Kemandirian Pesantren (PJKP).
Baca Artikel Terkait
Momentum Kemandirian Pesantren
Menurut Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, kemandirian pesantren kali ini menemukan momentum yang tepat karena ada tiga ekosistem yang sangat mendukung, yakni pertama ekosistem digital, pandemi Covid 19 memaksa disrupsi digital terjadi lebih cepat di Indonesia, semua aktivitas ekonomi sebagian besar kini mulai beralih platform digital.
Kedua, ekosistem UMKM, dunia usaha masyarakat sekitar pesantren sebagian besar adalah dari kalangan UMKM, dan bila terjadi kolaborasi pesantren dan UMKM disekitarnya maka akselerasi pemberdayaan ekonomi pesantren dan masyarakat akan bisa terjadi lebih cepat. dan ekosistem Halal.
Ketiga, Ekosistem Halal, dalam kurun 10 tahun terakhir ini ada peningkatan trend industri Halal yang cukup tinggi, karena itu saya mendorong BPJPH untuk bekekerjasama dengan pesantren-pesantren untuk memperkuat ekosistem halal di Indonesia.
Dengan melihat momentum tiga ekosistem tersebut, saya optimis kalau dilakukan dengan baik dan benar, kebijakan kemandirian pesantren akan berjalan dengan sukses dan dampaknya bisa dirasakan oleh pesantren dan masyarakat sekitarnya.
Demikian artikel Apa Itu Peta Jalan Kemandirian Pesantren (PJKP)?, semoga ikhtiar baik Kementerian Agama (Kemenag) RI bisa membuahkan hasil di kemudian hari.
~Artikel Apa Itu Peta Jalan Kemandirian Pesantren (PJKP)? ditulis dan diolah dari beberapa sumber oleh Munawar A.M., Wakil Sekretaris PCNU Cilacap
Baca juga Pemda Cilacap Alokasikan BOP Pesantren