Alasan Gus Dur Perintah Banser Jaga Gereja di Hari Natal

NU CILACAP ONLINE – Benar adanya bahwa seorang Gus Dur itu seringkali bersikap kontroversial. Lihat saja, di saat umumnya orang Islam menganggap tabu dalam hal ucapan selamat Hari Natal, Gus Dur justru memerintahkan kepada Banser untuk menjaga gereja pada saat Misa Natal. Apa sebenarnya alasan Gus Dur di balik ini?

Kini sudah sangat lumrah para pejabat mengucapkan Selamat Natal. Bahkan seorang gubernur yang demikian diidamkan untuk tidak menyampaikan ucapan saat 25 Desember, akhirnya tetap melakukannya.

Hal ini memberikan pesan bahwa mengucapkan Selamat Natal bukanlah sebuah aib, apalagi mengantarkan yang bersangkutan menjadi kafir. Ada nilai yang ingin disemaikan bahwa dalam urusan mengucapkan hari raya bagi kalangan Kristiani tersebut sebagai bentuk toleransi. Keragaman adalah bagian tidak terpisahkan di negeri ini, termasuk dalam agama.

Karenanya, semua kalangan pantas berterima kasih kepada K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Karena dadalah yang paling artikulatif berbicara tentang Natal. Sebelum menjadi presiden, Gus Dur sudah sangat sering berbicara tentang pentingnya menjaga toleransi antarumat beragama (imbauan yang sebenarnya bersifat umum).

Namun Gus Dur tak hanya berhenti dalam mengimbau, ia bahkan sangat aktif berbicara, bertindak, dan berperilaku yang merealisasikan imbauan toleransi itu. Saat masih menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Gus Dur bahkan terjun langsung dalam upaya mengamankan malam Natal di berbagai gereja.

Ia memerintahkan Barisan Serbaguna Gerakan Pemuda Ansor atau Banser, organisasi kepemudaan di lingkungan NU, untuk menjaga gereja di malam Natal. Alasan menjaga Gereja, kondisi itu terjadi pada Hari Raya Natal 25 Desember 1996, tepat hari ini 24 tahun lalu. Latar belakangnya adalah peristiwa kerusuhan massa yang berakhir dengan pembakaran gereja di Situbondo.

Walau tidak dinyatakan secara implisit, perintah Gus Dur kepada Banser untuk mengamankan gereja di Situbondo, dapat dibaca sebagai pertanggungjawabannya atas perusakan gereja di Situbondo, di tapal kuda Jawa Timur yang notabene adalah basis warga Nahdlatul Ulama atau Nahdliyin.

Sebelum Natal 1996 itu, Gus Dur sempat ditanya oleh seorang anggota Ansor Jawa Timur soal hukumnya seorang muslim menjaga gereja. Gus Dur kira-kira menjawab begini: “Kamu niatkan jaga Indonesia bila kamu enggak mau jaga gereja. Sebab gereja itu ada di Indonesia, tanah air kita. Tidak boleh ada yang mengganggu tempat ibadah agama apa pun di bumi Indonesia,” kata Gus Dur ditirukan oleh Nusron Wahid, yang saat itu masih kuliah di Universitas Indonesia, dan di kemudian hari menjadi Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor.

Berdasarkan itulah, maka Choirul Anam, atau Cak Anam, selaku Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Ansor Jawa Timur, langsung memerintahkan seluruh anggota Banser untuk aktif menjaga gereja di malam Natal. Tak urung tragedi pun muncul. Di malam Natal 2000, persisnya pada 24 Desember 2000, seorang anggota Banser, bernama Riyanto, tewas karena melindungi gereja Eben Haezer, Mojokerto.

Saat itu gereja dihebohkan oleh bingkisan, yang setelah dibuka ada kabel-kabel. Bom! Riyanto berinisiatif menjauhkan bom dari gereja yang dijaganya. Ia pun berlari sembari membawa bom tersebut. Nahas, bom meledak tak lama setelah dibuang ke selokan, dan tubuh Riyanto pun terlempar hingga ke atas gereja. Riyanto tewas seketika.

Dia menjadi martir yang mengorbankan tubuhnya sendiri untuk menjaga kebhinekaan. Di kesempatan berbeda, KH Marzuki Mustamar menjelaskan bahwa di balik perintah menjaga gereja, ada pesan agar umat agama lain juga turut peduli dengan kaum muslimin. Kalau di Jawa dan kawasan mayoritas muslim, mungkin keberadaan umat Islam tidak terlalu dipikirkan.

Namun, bagaimana dengan di daerah minoritas? Siapa yang akan melindungi kaum muslimin? Menjaga gereja memberikan pesan akan persahabatan dan kebersamaan menjadi bagian tidak terpisahkan bagi seluruh umat beragama. Karena di kawasan tertentu, kaum muslimin adalah mayoritas, maka sudah selayaknya memberikan contoh untuk melindungi mereka yang minoritas.

Untuk Gus Dur, alfatihah.

Editor : Naeli Rokhmah

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button