Perlu Komitmen Kuat Membangun Koperasi

NU CILACAP ONLINE – Perlu Komitmen Kuat Membangun Koperasi. Keberhasilan koperasi ditentukan beragam faktor penting. Di antaranya, permodalan, mediasi terkait dengan networking dan penguatan kapasitas insan koperasi juga sangat menentukan.  hal itu pernah dikemukakan oleh Ketua PP Muslimat NU Hj. Khofifah Indar Parawansa.

Pengurus Koperasi NU Cilacap, Joko Priyono SH.,  juga sangat menyadari hal tersebut. “Tanpa Komitmen dari semua pengurus NU, Koperasi NU mustahil dijalankan. Sebagai Pengurus Koperasi, Kami hanya menjalankan tugas dan kewajiban yang diamanatkan oleh anggota,” katanya saat memaparkan rencana Rapat Anggota Tahunan (RAT) ke-1 Koperasi NU Cilacap.

Berikut ini OPINI tentang Perlunya Komitmen Yang Kuat dalam Membangun Koperasi

Bung Hatta, di antara founding father bangsa kita yang mempunyai komitmen kuat bahwa untuk membangun perekonomian kita berdasar azas kerakyatan adalah koperasi. Bung Hatta, selalu memperhatikan kepribadian ekonomi kita, koperasi di Indonesia. Bung Hatta tetap berpendirian bahwa gerakan koperasi di Indonesia harus digiatkan dengan lebih kuat lagi, karena menurut kenyakinannya, rakyat Indonesia yang serba tidak kuat modal hanya akan mampu membangun kekuatan perekonomian mereka secara bersama-sama melalui koperasi.

Jika berbicara tentang koperasi, maka sering muncul rasa gemasnya melihat betapa di zaman pemerintahan Soekarno gerakan koperasi Indonesia telah disia-siakan, dan malahan telah dirusak oleh orang-orang pemerintah Soekarno sendiri. Kini, kita berada di era reformasi, keberadaan koperasi tetap harus dipertahankan untuk membangun kemajuan perekonomian rakyat.

Artikel Terkait

Keberhasilan koperasi ditentukan beragam faktor penting. Di antaranya, permodalan, mediasi terkait dengan networking dan penguatan kapasitas insan koperasi juga sangat menentukan. Kiranya kita patut mencontohkan sejumlah koperasi kelas dunia yang cukup berhasil. Di Jerman, misalnya. Karena keberhasilannya, ada dua bank besar milik koperasi. Di Jepang juga ada Nucuking Bank, itu juga milik koperasi.

Keberadan koperasi yang ada di Jawa Timur, misalnya, cukup banyak. Sedikitnya, terdapat sekitar delapan ribu koperasi wanita (Kopwan). Tapi, masih sulit untuk berkembang. Semestinya koperasi itu hadir berdasarkan kebutuhan anggota. Tetapi yang ada di Jatim buat kelompok, dikasih modal, dan dibikinkan badan hukum. Itu bukan roh keperasi.

Koperasi harus belajar dengan fakta-fakta yang ada pada zaman Orde Baru. Untuk memajukan koperasi perlu komitmen yang kuat, transformasi, refleksi, juga perlu fasilitasi terkait dengan permodalan. Untuk menata perekonomian Indonesia, kita harus kembali kepada jati diri perekonomian dengan menghidupkan koperasi. Untuk itu, Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) mendesak pemerintah mengeluarkan kebijakan yang pro terhadap koperasi. Kebijakan itu penting, karena selama ini koperasi sering terlupakan.

Untuk mewujudkan kebijakan yang pro-koperasi, maka pada tahun anggaran 2011 Dekopin mengajukan permohonan angggaran Rp 200 milliar untuk meningkatkan potensi sejumlah koperasi yang ada di Indonesia. Dengan dana tersebut, bisa diciptakan daya saing dan peningkatan pertumbuhan koperasi. Dana itu juga digunakan untuk permodalan fasilitas usaha, pengembangan teknologi, percepatan akses informasi, serta sebagai media promosi bagi koperasi. Selama ini, Dekopin mendapatkan anggaran sangat kecil, Rp 50 miliar. Bayangkan, dana APBN sekarang Rp 1.036 Triliun, tapi yang diberikan kepada koperasi hanya Rp 50 milliar. Ini sangat kecil.

Selama tidak ada kebijakan politik yang pro-koperasi, sehingga sangat sulit bagi koperasi untuk bisa maju dan berkembang. Kami berharap kebijakan ekonomi politik pemerintah bisa terintegrasi dengan UKM dan Koperasi. Langkah yang bisa dilakukan atas kebijakan di sektor pertanian dengan cara mengubah Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) menjadi koperasi. Demikian pula distribusi pupuk yang selama ini mengandalkan gabungan kelompok tani bisa dialihkan kepada koperasi.

Akhirnya, kita berharap agar pemerintah lebih melibatkan koperasi dalam setiap kebijakannya. Sebagaimana diakui pemerintah, sesungguhnya koperasi lebih bisa dipertanggung jawabkan secara hukum ketimbang Gapoktan. Sangat mungkin ke depan distribusi pupuk juga lewat koperasi. Gapoktan menjadi embrio untuk berubah menjadi koperasi.

Artikel Ditulis Oleh Khofifah Indar Parawansa; Ketua Umum PP Muslimat NU, Wakil Ketua Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin)

One Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button