Menggugat Muktamar Ke 33 Nahdlatul Ulama (NU) Tahun 2015

Menggugat Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) Bukan Sikap warga NU pihak yang menggugat Muktamar NU adalah pihak yang kecewa, mereka itu bukan mencerminkan sikap NU. Nusron Wahid, Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor, menilai terhadap pihak pihak yang ingin menggugat hasil Muktamar NU Ke-33 di Jombang, adalah pihak yang kecewa.

Sikap mereka itu bukan mencerminkan sikap NU. Mantan anggota tim formatur PBNU meyakini mantan ketua umum PBNU KH Hasyim Muzadi akan legawa terhadap hasil muktamar NU.

“Saya tidak yakin Pak Hasyim akan melakukan itu. Beliau orang hebat, pasti legawa. Beliau tokoh besar sudah banyak membangun NU, tidak mungkin akan merusaknya.”

Menurut Nusron, hasil voting 252 yang mendukung ahlul halli wal aqdi (ahwa) melawan 235, menandakan sebagian besar memang tidak menghendaki Hasyim menjadi Rais Aam Syuriyah PBNU.

“Memang maqam-nya beliau tidak di situ. Ini jalan dan ketentuan Allah Swt. Saya yakin kalau pemilihan pun, yang tidak setuju Ahwa (Ahlul Halli wal Aqdi) belum tentu memilih Pak Hasyim.”

Daripada ribut terus menerus soal muktamar, lanjut Nusron, lebih baik NU fokus mengatasi gagal panen para petani akibat kemarau panjang ini.

“Bukankah sebagian besar petani warga NU. Kapan diurusnya kalau hanya ribut soal muktamar. Seperti kurang kerjaan saja. Nggak tahu ya kalau orang-orang itu memang tidak ada pekerjaan lain, kecuali muktamar, ” tandasnya.

Nusron mengimbau agar pengurus NU, dari PB sampai ranting kembali fokus melakukan pendampingan dan pelayanan warga NU, dan tidak perlu lagi memperpanjang urusan muktamar.

“Urusan Muktamar NU sudah tutup buku. Sudah selesai. Tidak ada manfaatnya kita perbincangkan terus. Umat sudah menanti kiprah NU yang lebih konkret dalam menjawab perubahan dan dinamika masyarakat,” ujar Nusron.

Tradisi Tabayun Sebagai organisasi keagamaan yang terbesar dan sudah berpengalaman, bagi NU sudah terbiasa menghadapi perbedaan pendapat dan dinamika pemikiran.

“Di NU itu beragam model tokoh. Kalau ada konflik dan gesekan itu biasa, tapi nanti sejalan dengan waktu juga baik lagi. Saat ini bangsa Indonesia dan dunia butuh NU. Sudah saatnya untuk bersatu dan bersinergi,” tegasnya.

Terpisah pengamat dan praktisi hukum Ikhsan Abdullah mengatakan, dalam mengatasi sengketa Muktamar NU seyogianya menggunakan tradisi tabayun (klarifikasi). Karena hal itu ciri warga NU dalam mencari solusi penyelesaian jika dirasakan ada yang kurang pas.

“Jangan sampai terkikis dan digeser memilih penyelesaian konflik melalui pengadilan,” ujar Ikhsan. Menggugat ke pengadilan sesuatu yang harus dihindari, karena menggugat hasil muktamar ke pengadilan niscaya tidak akan menghasilkan maslahat untuk NU apalagi bagi umat.(SuaraMerdeka)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button