Trending

IPNU: Landasan Berfikir, Bersikap, Berorganisasi dan Jati Diri

NU CILACAP ONLINE –  Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) berkedudukan sebagai Badan Otonom (Banom) NU, lalu apa dan bagaimana pengertian maksud dari Landasan Berfikir Bersikap Berorganisasi dan Jati Diri IPNU?

IPNU menekankan aktivitasnya pada program kaderisasi, baik pengkaderan, formal, informal, maupun non-formal. Di sisi lain, sebagai organisasi pelajar, Program IPNU diorientasikan pada pengembangan kapasitas pelajar dan santri, advokasi, penerbitan, dan pengorganisasian pelajar. Baca Mengenal Pendiri IPNU: Prof Dr KH Muhammad Tholhah Mansur, S.H

Berikut ini Antologi NU perihal ke-IPNU-an yang berkaitan dengan Landasan Berfikir Bersikap Berorganisasi dan Jati Diri IPNU.

A. Landasan Berfikir IPNU

Sebagaimana ditetapkan dalam khittah 1926, Aswaja  (Ahlussunnah wal jamaah) adalah cara berfikir, bersikap, dan bertindak bagi warga Nahdliyin. Sikap dasar itu yang menjadi watak IPNU, dengan watak  keislamannya yang mendalam dan dengan citra  keindonesiaannya yang matang. Bagaimana Landasan Berfikir IPNU?

1. Cara Berfikir IPNU

Cara berfikir menurut IPNU sebagai  manifestasi ahlussunah wal jama’ah adalah cara berfikir  teratur dan runtut dengan memadukan antara dalil naqli (yang  berdasar al-Qur’an dan Hadits) dengan dalil aqli (yang  berbasis pada akal budi) dan dalil waqi’i (yang berbasis  pengalaman). Karena itu, di sini IPNU menolak cara berpikir yang  berlandaskan pada akal budi semata, sebagaimana yang  dikembangkan kelompok pemikir bebas (liberal tingkers) dan kebenaran mutlak ilmu pengetahuan dan pengalaman sebagaimana yang dikembangkan kelompok pemikir  materialistis (paham kebendaan). Dalam konteks Landasan Berfikir IPNU, IPNU menolak pemahaman zahir (lahir) dan  kelompok tekstual (literal), karena tidak memungkinkan  memahami agama dan kenyataan social secara mendalam.

2. Cara Bersikap IPNU

IPNU memandang dunia sebagai kenyataan yang beragam. Karena itu keberagaman adalah merupakan kenyataan. Namun juga bersikap aktif yakni menjaga dan mempertahankan kemajemukan tersebut agar harmonis (selaras), saling mengenal (lita’arofu) dan memperkaya secara budaya. Sikap moderat (selalu mengambil jalan tengah) dan menghargai perbedaan menjadi semangat utama dalam mengelola kemajemukan tersebut. Dengan landasan berikir yang demikian itu, IPNU juga menolak semua sikap yang mengganggu keanekaragaman atau keberagaman budaya tersebut. Pluralitas, dalam pandangan IPNU harus diterima sebagai kenyataan sejarah.

3. Cara Bertindak IPNU

Dalam bertindak, Aswaja mengakui adanya kehendak Allah (taqdir) tetapi Aswaja juga mengakui bahwa Allah telah mengkaruniai manusia pikiran dan kehendak. Karena itu dalam bertindak, IPNU tidak bersikap menerima begitu saja dan menyerah kepada nasib dalam menghadapi kehendak Allah, tetapi berusaha untuk mencapai taqdir Allah dengan istilah kasab (usaha). Namun demikian, tidak harus berarti bersifat antroposentris (mendewakan manusia), bahwa manusia bebas berkehendak. Tindakan manusia tidak perlu di batasi dengan ketat, karena akan dibatasi oleh alam, oleh sejarah. Sementara Allah tidak dibatasi oleh faktor-faktor itu. Dengan landasan berfikir yang demikian itu IPNU tidak memilih menjadi sekuler, melainkan sebuah proses pergerakan iman yang mengejawantah dalam seluruh aspek kehidupan.

B. Landasan Bersikap IPNU

Semua kader IPNU dalam menjalankan kegiatan pribadi dan berorganisasi harus tetap memegang teguh nilai-nilai yang diusung dari norma dasar keagamaan Islam ala ahlussunnah wal jamaah dan norma yang bersumber dari masyarakat.

Landasan nilai ini diharapkan dapat membentuk watak diri seorang kader IPNU. Nilai-nilai yang menjadi landasan bersikap IPNU tersebut adalah:

1. Diniyyah/Keagamaan

a) Tauhid (al-tauhid) merupakan keyakinan yang kokoh terhadap Allah SWT. sebagai sumber inspirasi berpikir dan bertindak; b) Persaudaraan dan persatuan (al-ukhuwwah wa al-ittihad) dengan mengedepankan sikap mengasihi (welas asih) sesama makhluk; c) Keluhuran moral (al-akhlaq al-karimah) dengan menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran (al-shidqu).

Bentuk kebenaran dan kejujuran yang dipahami: (1) Al-shidqu il Allah. Sebagai pribadi yang beriman selalu melandasi diri dengan perilaku benar dan jujur, karena setiap tindakan senantiasa dilihat Sang Khalik; (2) Al-shidqu ila ummah.

Sebagai makhluk sosial dituntut memiliki kesalehan sosial, jujur dan benar kepada masyarakat dengan senantiasa melakukan pencerahan terhadap masyarakat; (3) Al-shidqu ila alnafsi, jujur dan benar kepada diri sendiri merupakan sikap perbaikan diri dengan semangat peningkatan kualitas diri; (4) Amar ma’ruf nahy munkar. Sikap untuk selalu menyerukan kebaikan dan mencegah segala bentuk kemungkaran.

Baca Juga Risalah Aswaja KH Muhammad Hasyim Asy’ari (Bagian-1)

2. Keilmuan, Prestasi, dan Kepeloporan

a) Menunjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan teknologi dengan semangat peningkatan kualitas SDM IPNU dan menghargai para ahli dan sumber pengetahuan secara proporsional; b) Menunjunjung tinggi nilai-nilai amal, kerja dan prestasi sebagai bagian dari ibadah kepada Allah SWT; c) Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong, memacu, dan mempercepat perkembangan masyarakat.

3. Sosial Kemasyarakatan

a) Menjunjung tinggi kebersamaan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara dengan semangat mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi; b) Selalu siap mempelopori setiap perubahan yang membawa manfaat bagi kemaslahatan manusia.

4. Keikhlasan dan Loyalitas

a) Menjunjung tinggi keikhlasan dalam berkhidmah dan berjuang; b) Menjunjung tinggi kesetiaan (loyalitas) kepada agama, bangsa, dan negara dengan melakukan ikhtiar perjuangan di bawah naungan IPNU.

C. Landasan Berorganisasi IPNU

1. Ukhuwah

Sebuah gerakan mengandaikan sebuah kebersamaan, karena itu perlu diikat dengan ukhuwah (persaudaraan) atau solidaritas (perasaan setia kawan) yang kuat (al urwah al-wutsqo) sebagai perekat gerakan. Adapun gerakan ukhuwah IPNU meliputi:

1.1. Ukhuwwah Nahdliyah. Sebagai gerakan yang berbasis NU ukhuwah nahdliyah harus menjadi prinsip utama sebelum melangkah ke ukhuwah yang lain. Ini bukan untuk memupuk sektarianisme, melainkan sebaliknya sebagai pengokoh ukhuwah yang lain, sebab hanya kaum nahdiyin yang mempunyai system pemahaman keagamaan yang mendalam dan bercorak sufistik yang moderat dan selalu menghargai perbedaan serta gigih menjaga kemajemukan budaya, tradisi, kepercayaan dan agama yang ada.

Kader IPNU yang mengabaikan ukhuwah nahdiyah adalah sebuah penyimpangan. Sebab ukhuwah tanpa dasar aqidah yang kuat akan mudah pudar karena tanpa dasar dan sering dicurangi dan dibelokkan untuk kepentingan pribadi.

Ukhuwah nahdliyah berperan sebagai landasan ukhuwah yang lain. Karena ukhuwah bukanlah tanggapan yang bersifat serta merta, melainkan sebuah keyakinan, penghayatan, dan pandangan yang utuh serta matang yang secara terus menerus perlu dikuatkan.

1.2. Ukhuwwah Islamiyah, Ukhuwah Islamiyah mempunyai ruang lingkup lebih luas yang melintasi aliran dan madzhab dalam Islam. Oleh sebab itu ukhuwah ini harus dilandasi dengan kejujuran, cinta kasih, dan rasa saling percaya. Tanpa landasan tersebut ukhuwah islamiyah sering diselewengkan oleh kelompok tertentu untuk menguasai yang lain.

Relasi semacam itu harus ditolak, sehingga harus dikembangkan ukhuwah islamiyah yang jujur dan amanah serta adil.Ukhuwah Islamiyah dijalankan untuk kesejahteraan umat Islam serta tidak diarahkan untuk menggangu ketentraman agama atau pihak yang lain.

Dengan ukhuwah Islamiyah yang adil itu umat Islam Indonesia dan seluruh dunia bisa saling mengembangkan, menghormati, melindungi serta membela dari gangguan kelompok lain yang membahayakan keberadaan iman, budaya dan masyarakat Islam secara keseluruhan.

1.3. Ukhuwwah Wathaniyah, Sebagai organisasi yang berwawasan kebangsaan, maka IPNU berkewajiban untuk mengembangkan dan menjaga ukhuwah wathaniyah solidaritas nasional). Dalam kenyataannya bangsa ini tidak hanya terdiri dari berbagai warna kulit, agama dan budaya, tetapi juga mempunyai berbagai pandangan hidup.

IPNU, yang lahir dari akar budaya bangsa ini, tidak pernah mengalami ketegangan dengan konsep kebangsaan yang ada. Sebab keislaman IPNU adalah bentuk dari Islam Indonesia (Islam yang berkembang dan melebur dengan tradisi dan budaya Indonesia); bukan Islam di Indonesia (Islam yang baru datang dan tidak berakar dalam budaya Indonesia).

Karena itulah IPNU berkewajiban turut mengembangkan ukhuwah wathaniyah untuk menjaga kerukunan nasional. Karena dengan adanya ukhuwah wathaniyah ini keberadaan NU, umat Islam dan agama lain terjaga. Bila seluruh bagian bangsa ini kuat, maka akan disegani bangsa lain dan mampu menahan penjajahan –dalam bentuk apapun-dari bangsa lain. Dalam kerangka kepentingan itulah IPNU selalu gigih menegakkan nasionalisme sebagai upaya menjaga keutuhan dan menjunjung martabat bangsa Indonesia.

1.4. Ukhuwwah Basyariyah, Walaupun NU memegang teguh prinsip ukhuwah nahdliyah, islamiyah dan wathaniyah, namun NU tidak berpandangan dan berukhuwah sempit. NU tetap menjunjung solidaritas kemanusiaan seluruh dunia, menolak pemerasan dan penjajahan (imperialisme dan neoimperialisme) satu bangsa atas bangsa lainnya karena hal itu mengingkari martabat kemanusiaan.

Bagi IPNU, penciptaan tata dunia yang adil tanpa penindasan dan peghisapan merupakan keniscayaan. Menggunakan isu kemanusiaan sebagai sarana penjajahan merupakan tindakan yang harus dicegah agar tidak meruntuhkan martabat kemanusiaan. Ukhuwah basyariyah memandang manusia sebagai manusia, tidak tersekat oleh tembok agama, warna kulit atau pandangan hidup; semuanya ada dalam satu persaudaraan dunia.

Persaudaran ini tidak bersifat pasif (diam di tempat), tetapi selalu giat membuat inisiatif (berikhtiar) dan menciptakan terobosan baru dengan berusaha menciptakan tata dunia baru yang lebih adil,beradab dan terbebas dari penjajahan dalam bentuk apapun.

2. Amanah

Dalam kehidupan yang serba bersifat duniawi (kebendaan), sikap amanah mendapat tantangan besar yang harus terus dipertahankan. Sikap amanah (saling percaya) ditumbuhkan dengan membangun kejujuran, baik pada diri sendiri maupun pihak lain. Sikap tidak jujur akan menodai prinsip amanah, karena itu pelakunya harus dikenai sangsi organisasi secara tegas. Amanah sebagai ruh gerakan harus terus dipertahankan, dibiasakan dan diwariskan secara turun temurun dalam sikap dan perilaku sehari-hari.

3. Ibadah (Pengabdian)

Berjuang dalam NU untuk masyarakat dan bangsa haruslah berangkat dari semangat pengabdian, baik mengabdi pada IPNU, umat, bangsa, dan seluruh umat manusia. Dengan demikian mengabdi di IPNU bukan untuk mencari penghasilan, pengaruh atau jabatan, melainkan merupakan ibadah yang mulia.

Dengan semangat pengabdian itu setiap kader akan gigih dan ikhlas membangun dan memajukan IPNU. Tanpa semangat pengabdian, IPNU hanya dijadikan tempat mencari kehidupan, menjadi batu loncatan untuk memproleh kepentingan pribadi atau golongan. Lemahnya organisasi dan ciutnya gerakan IPNU selama ini terjadi karena pudarnya jiwa pengabdian para pengurusnya.

Pengalaman tersebut sudah semestinya dijadikan pijakan untuk membarui gerakan organisasi dengan memperkokoh jiwa pengabdian para pengurus dan kadernya. Semangat pengabdian itulah yang pada gilirannya akan membuat gerakan dan kerja-kerja peradaban IPNU akan semakin dinamis dan nyata.

4. Asketik (Kesederhanaan)

Sikap amanah dan pengabdian muncul bila seseorang memiliki jiwa asketik (bersikap zuhud/sederhana). Karena pada dasarnya sikap materialistik (hubbu al-dunya) akan menggerogoti sikap amanah dan  akan merapuhkan semangat pengabdian, karena dipenuhi pamrih duniawi.

Maka, sikap zuhud adalah suatu keharusan bagi aktivis IPNU. Sikap ini bukan berarti anti duniawi atau anti kemajuan, akan tetapi menempuh hidup sederhana, tahu batas, tahu kepantasan. Sebagaimana diajarkan oleh para salafus sholihin. Dengan sikap asketik itu keutuhan dan kemurnian perjuangan IPNU akan terjaga. Sehingga kekuatan moral yang dimiliki bisa digunakan untuk menata bangsa ini.

5. Non-Kolaborasi

Landasan berorganisasi non-kolaborasi harus ditegaskan kembali. Mengingat dewasa ini banyak lembaga yang didukung oleh pemodal asing yang menawarkan berbagai jasa dan dana yang tujuannya bukan untuk memandirikan. Melainkan untuk menciptakan ketergantungan dan pengaburan terhadap khittah serta prinsip-prinsip gerakan NU secara umum. Yaitu melalui campur tangan dan pemaksaan ide dan agenda mereka.

Karena itu untuk menjaga kemandirian, maka IPNU harus menolak untuk berkolaborasi (bekerja sama) dengan kekuatan pemodal asing. Baik secara akademik, politik, maupun ekonomi. Selanjutnya kader-kader IPNU berkewajiban membangun paradigma (kerangka) keilmuan sendiri. Juga sistem politik dan sistem ekonomi sendiri yang berakar pada budaya sejarah bangsa nusantara sendiri.

6. Komitmen Pada Korp

Untuk menerapkan prinsip-prinsip serta menggerakkan roda organisasi, maka perlu adanya kesetiaan dan kekompakan dalam korp (himpunan) organisasi. Karena itu seluruh anggota korp harus secara bulat menerima keyakinan utama yang menjadi pandangan hidup dan seluruh prinsip organisasi.

Demikian juga pimpinan, tidak hanya cukup menerima ideology dan prinsip pergerakan semata, tetapi harus menjadi pelopor, teladan dan penggerak prinsip-prinsip tersebut. Segala kebijakan pimpinan haruslah mencerminkan suara seluruh anggota organisasi. Dengan demikian seluruh anggota korp harus tunduk dan setia pada pimpinan.

Dalam menegakkan prinsip dan melaksanakan program, pimpinan harus tegas memberi ganjaran dan sanksi pada anggota korp. Sebaliknya, angga harus berani bersikap terbuka dan tegas pada pimpinan dan berani menegur dan meluruskan bila terjadi penyimpangan.

7. Kritik-Otokritik

Untuk menjaga keberlangsungan organisasi serta memperlancar jalannya program, maka perlu adanya cara kerja dan komunikasi organisasi. Untuk mengatasi kemungkinan terjadinya kemandekan atau bahkan penyimpangan, maka dibutuhkan kontrol terhadap kinerja dalam bentuk kritik-otokritik (saling koreksi dan introspeksi diri).

Kritik-otokritik ini bukan dilandasi semangat permusuhan tetapi dilandasi semangat persaudaraan dan rasa kasih sayang demi perbaikan dan kemajuan IPNU.

Baca Juga >> Khittah NU, Khittah Nahdlatul Ulama, Khittah Nahdliyyah

D. Jati Diri IPNU

Jati diri—atau yang lazim juga disebut identitas—merupakan ciri khas yang menandai seseorang, sekelompok orang, atau suatu bangsa. Jika ciri khas itu menjadi milik bersama suatu bangsa, hal itu tentu menjadi penanda jati diri bangsa tersebut. Dari sini bisa digambarkan jati diri IPNU.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti jati diri adalah ciri-ciri-ciri, gambaran, atau keadaan khusus seseorang atau suatu benda. Bisa pula berarti identitas, inti, jiwa, semangat, dan daya gerak dari dalam atau spiritualitas. Jati diri IPNU bisa dielaborasi dari definisi ini.

Nah, berkaca dari pengertian ini bisa dibilang jati diri bukan untuk dicari, pasalnya jati diri sudah ada dalam diri kita. Jati Diri adalah suatu hal yang ada di dalam diri kita, yang meliputi karakter, sifat, watak dan kepribadian nya. Bisa dibilang jati diri adalah segala hal tentang diri kita. Dengan proses yang panjang dan penuh lika-liku, jati diri secara alami akan ada di dalam diri kita, baik itu saat usia muda maupun dewasa.

Lalu seperti apa jati diri IPNU? Jati diri IPNU bisa dilihat dari hakikat dan fungsi IPNU, dari posisi organisasi IPNU, dan orientasi IPNU.

1. Hakikat dan Fungsi IPNU

a) Hakikat; IPNU adalah wadah perjuangan pelajar NU untuk menyosialisasikan komitmen nilai-nilai keislaman, kebangsaan, keilmuan, kekaderan,  dan keterpelajaran dalam upaya penggalian dan pembinaan kemampuan yang dimiliki sumber daya anggota, yang senantiasa mengamalkan kerja nyata demi tegaknya ajaran Islam Ahlussunnah wal jamaah dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hakikat yang demikian itu menunjukkan jati diri (anggota) IPNU.

b) Fungsi. IPNU berfungsi sebagai : Wadah berhimpun Pelajar NU untuk mencetak kader akidah, Wadah berhimpun pelajar NU untuk mencetak kader ilmu. Juga wadah berhimpun pelajar NU untuk mencetak kader organisasi. Yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran panggilan dan pembinaan (target kelompok). Karena IPNU adalah setiap pelajar bangsa (siswa dan santri) yang syarat keanggotaannya ketentuan dalam PD/PRT.

2. Posisi IPNU

a) Intern (dalam lingkungan NU);  IPNU sebagai perangkat dan badan otonom NU, (organisasi IPNU) secara kelembagaan memiliki kedudukan yang sama dan sederajat dengan badan-badan otonom lainnya, yaitu memiliki tugas utama melaksanakan kebijakan NU, khususnya yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu. Masing masing badan yang berdiri sendiri itu hanya dapat dibedakan dengan melihat kelompok yang menjadi sasaran dan bidang garapannya.

b) Eksteren (di luar lingkungan NU). IPNU adalah bagian integral dari generasi muda Indonesia yang memiliki tanggung jawab terhadap kelangsungan hidup bangsa dan Negara Republik Indonesia. Dan merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya dan cita-cita perjuangan NU serta cita-cita bangsa Indonesia.

Secara intern maupun ekstern, jati diri IPNU bisa dlihat dari posisi IPNU hubungannya dengan organisasi Nahdlatul Ulama. Juga hubungannya dengan Negara Indonesia tempat IPNU berada.

3. Orientasi IPNU

Orientasi IPNU sangat menentukan jati diri IPNU. Pengertian Orientasi IPNU, yaitu berpijak pada kesemestaan organisasi dan anggotanya untuk senantiasa menempatkan gerakannya pada ranah keterpelajaran dengan kaidah “belajar, berjuang, dan bertaqwa,” yang bercorak dasar dengan wawasan kebangsaan, keislaman, keilmuan, kekaderan, dan keterpelajaran.

a) Wawasan Kebangsaan; Wawasan kebangsaan adalah wawasan yang dijiwai oleh asas kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan, yang mengakui keberagaman masyarakat, budaya, yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, hakekat dan martabat manusia, yang memiliki tekad dan kepedulian terhadap nasib bangsa dan negara berlandaskan prinsip keadilan, persamaan, dan demokrasi.

b) Wawasan Keislaman; Wawasan keislaman adalah wawasan yang menempatkan ajaran agama Islam sebagai sumber nilai dalam menunaikan segala tindakan dan kerja-kerja peradaban. Ajaran Islam sebagai ajaran yang merahmati seluruh alam, mempunyai sifat memperbaiki dan menyempurnakan seluruh nilai-nilai kemanusiaan.

Oleh karena itu, IPNU dalam bermasyarakat bersikap tawashut dan i’tidal. Yaitu menunjung tinggi prinsip keadilan dan kejujuran di tengah-tengah kehidupan masyarakat, bersikap membangun dan menghindari sikap tatharruf (ekstrem, melaksanakan kehendak dengan menggunakan kekuasaan dan kezaliman). Kemudian IPNU juga tasamuh, toleran terhadap perbedaan pendapat, baik dalam masalah keagamaan, kemasyarakatan, maupun kebudayaan. IPNU menjunjung tinggi tawazun, seimbang dan menjalin hubungan antar manusia dan Tuhannya, serta manusia dengan lingkungannya; amar ma’ruf nahy munkar. Kemudian memiliki kecenderungan untuk melaksanakan usaha perbaikan, serta mencegah terjadinya kerusakan harkat kemanusiaan dan kerusakan lingkungan. Mandiri, bebas, terbuka, bertanggung jawab dalam berfikir, bersikap, dan bertindak.

c) Wawasan Keilmuan; Wawasan keilmuan adalah wawasan yang menempatkan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk mengembangkan kecerdasan anggota dan kader. Sehingga ilmu pengetahuan memungkinkan anggota untuk mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya dan tidak menjadi beban sosial lingkungan.

Dengan ilmu pengetahuan, akan memungkinan mencetak kader mandiri, memiliki harga diri, dan kepercayaan diri sendiri. Juga dasar kesadaran yang wajar akan kemampuan dirinya dalam masyarakat sebagai anggota masyarakat yang berguna.

d) Wawasan Kekaderan; Wawasan kekaderan adalah wawasan yang menempatkan organisasi sebagai wadah untuk membina anggota, agar menjadi kader–kader yang memiliki komitmen terhadap ideologi dan cita–cita perjuangan organisasi, bertanggungjawab dalam mengembangkan dan membentengi organisasi, juga diharapkan dapat membentuk pribadi yang menghayati dan mengamalkan ajaran Islam ala ahlussunnah wal jamaah, memiliki wawasan kebangsaan yang luas dan utuh, memiliki komitmen terhadap ilmu pengetahuan, serta memiliki kemampuan teknis mengembangkan organisasi, kepemimpinan, kemandirian, dan populis.

e) Wawasan Keterpelajaran; Wawasan keterpelajaran adalah wawasan yang menempatkan organisasi dan anggota pada pemantapan diri sebagai center of excellence (pusat keutamaan) pemberdayaan sumberdaya manusia terdidik yang berilmu, berkeahlian (skill), dan mempunyai pandangan ke depan, yang diikuti kejelasan tugas sucinya, sekaligus rencana yang cermat dan pelaksanaannya yang berpihak pada kebenaran.

Wawasan ini mensyaratkan watak organisasi dan anggotanya, yaitu untuk senantiasa memiliki hasrat ingin tahu dan belajar terus menerus; mencintai masyarakat belajar. Mempertajam kemampuan mengurai dan menyelidik persoalan; kemampuan menyelaraskan berbagai pemikiran. Agar agar dapat membaca kenyataan yang sesungguhnya; terbuka menerima perubahan, pandangan dan cara-cara baru. Yaitu menjunjung tinggi nilai, norma, kaidah dan tradisi serta sejarah keilmuan; dan berpandangan ke masa depan.

Demikian artikel tentang Landasan Berfikir Bersikap Berorganisasi dan Jati Diri IPNU. Para pelajar dan pegiat organisasi IPNU wajib mengetahui tentang semua ini.

Baca Juga >> Situs Berita Kegiatan Lembaga dan Badan Otonom NU

2 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button