Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT) Dan Hak Petani Tembakau

Pemerintah didesak untuk memanfaatkan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT) secara optimal. Pemanfaatannya diminta juga difokuskan untuk pembangunan infrastruktur pertanian dan peningkatan kesejahteraan buruh pabrik rokok.

“Ditegaskan saja untuk dua hal, yaitu untuk petani dan buruh tembakau serta buruh pabrik rokok. Mereka-mereka itu yang menjadikan bisa keluarnya DBHCT, tapi pada kenyataannya selama ini belum merasakannya dengan baik,” tegas Ketua PBNU Prof Dr Maksum Mahfoedz di Jakarta, Jumat (11/5).

Desakan yang sama juga disampaikan Maksum saat menjadi keynote speech dalam seminar bertema “DBHCT Hak Petani dan Buruh” yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) bekerjasama dengan Universitas Wahid Hasyim, di Semarang (10/5).

Pemanfaatan DBHCT terfokus akan menghasilkan dana yang lebih dari cukup untuk membangun infrastruktur pertanian secara berkelanjutan. Pemanfaatan DBHCT terfokus juga akan memudahkan kontrol, serta dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan.

“Yang terpenting ini akan menghasilkan efek domino, di mana infrastruktur pertanian dan fasilitas buruh yang memadai dapat juga dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Yang tak kalah pentingnya juga, petani tembakau dan buruh pabrik rokok memang memiliki hak untuk merasakan DBHCT,” jelas Maksum yang juga menjabat sebagai guru besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT) selama ini ditengarai masih jauh dari kata tepat. Penyalurannya juga dinilai belum melibatkan masyarakat secara luas. Ini setidaknya disampaikan oleh Warsiman, anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah, salah seorang pembicara dalam seminar yang sama.

Sementara Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) PBNU Andi Najmi Fuaidi, menilai belum terlaksananya pemanfaatan DBHCT secara tepat tak lepas dari regulasi yang gagal mengatur persoalan pertanian dan buruh. Konsep perpajakan yang masih lemah juga diindikasikan menjadi penyebab kondisi tersebut.

“Temuan kami, pungutan DBHCT itu tidak didukung oleh basis argumentasi yang kuat, sehingga patut dicurigai hanya berorientasi pada peningkatan pendapatan. Termasuk juga beberapa jenis pajak yang lain, seperti Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD),” tuntas Andi tegas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button