Kuliah Pembuka Halaqah Peningkatan Peran Syuriyah (P2SNU)

NU CILACAP ONLINE – Materi Kuliah Pembuka Halaqah Pogram Peningkatan Peran Syuriyah NU oleh Rais Syuriyah PCNU Cilacap KH Suada Adzkiya

Marilah kita bersyukur kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmat-Nya yang oleh karenanya PCNU Kab. Cilacap dapat menyelenggarakan kegiatan Halaqah Program Peningkatan Peran Syuriyah NU pada tahun 2014 ini.

Dan sebagai pengantar dari kegiatan ini saya sampaikan pernyataan KH Abdul Wahab Hasbulloh (1950), sebuah pernyataan yang kemudian dikenal sebagai ‘Kredo Perjuangan NU’. Beliau pernah mengeluarkan “pangendikan” seperti ini:

“Banyak pemimpin NU di daerah-daerah dan juga di pusat yang tidak yakin akan kekuatan NU, mereka lebih meyakini kekuatan golongan lain. Orang-orang ini terpengaruh oleh bisikan orang yang menghembuskan propaganda agar tidak yakin akan kekuatan yang dimilikinya. Kekuatan NU itu ibarat senjata adalah meriam, betul-betul meriam. Tetapi digoncangkan hati mereka oleh propaganda luar yang menghasut seolah-olah senjata itu bukan meriam, tetapi hanya gelugu alias pohon kelapa sebagai meriam tiruan. Pemimpin NU yang tolol itu tidak akan sadar siasat lawan dalam menjatuhkan NU melalui cara membuat pemimpin NU ragu-ragu akan kekuatan sendiri”

Secara tegas Mbah Wahab menunjukkan kepada kita adanya kekuatan dan potensi besar yang dimiliki oleh Nahdlatul Ulama. Sekumpulan potensi dan kekuatan yang apabila semua itu dikelola dan digerakkan sebaik-baiknya akan mengantarkan Nahdlatul Ulama mencapai apa yang menjadi tujuan dan cita-cita organisasi.

Untuk tidak menyebutkan semua, sebenarnya kita memang mengakui banyak potensi dan kekuatan yag dimiliki oleh NU: ada ideologi yang kuat, ada struktur kepengurusan dari pusat hingga ranting dan atau bahkan anak ranting, ada banom, ada lembaga dan lajnah sesuai sektor dan bidang garapan, ada sebaran warga berdasar wilayah domisili maupun variasi profesi, ada pesantren dengan kyai, lingkungan dan alumninya, ada sekolah-sekolah, dan lain-lain.

Dari sudut pandang internal semestinya potensi dan kekuatan itu dapat dikelola secara serius sehingga apa yang menjadi tujuan dan cita-cita Nahdlatul Ulama bisa tercapai. Dan untuk mengelola itu semua dibutuhkan sebuah kerangka yang harus dipahami, disepakati dan dikawal secara bersama-sama oleh semua elemen di Nahdlatul Ulama.

Penting sekali menyertakan kata “bersama-sama” dalam hal ini demi tercapainya tujuan dan cita-cita NU. Semua elemen NU juga harus mengedepankan kepentingan Nahdlatul Ulama dan masyarakat secara umum ketimbang kepentingan kelompok-kelompok kecil, terlebih kepentingan pribadi.

Pernyataan Mbah Wahab itu juga menegaskan bahwa NU butuh kepemimpinan yang memiliki kriteria yang memadai untuk mengelola organisasi. Artinya selain kekuatan dan potensi itu kata kunci berikutnya adalah pemimpin.

Sehingga yang perlu dilakukan oleh NU saat ini adalah bagaimana mengelola potensi dan kekuatan itu secara serius dan terencana. Dan karena NU berbeda dengan organisasi kemasyarakatan yang lain di mana sejak awal berdirinya sampai sekarang NU dengan tegas menyatakan sebagai organisasi yang ditulangpunggungi dan menjunjung tinggi kepemimpinan ulama, karena NU menganut paham ahlus sunnah wal jama’ah secara sadar meletakkan dan berupaya memupuk supremasi kepemimpinan ulama sebagaimana ditegaskan dalam MUNAS Ulama NU 1983 dan Muktamar XXVII tahun 1984 di Situbondo Jawa Timur, maka menyiapkan ulama yang mampu mengelola semua potensi NU adalah sebuah keniscayaan.

Dengan demikian kaderisasi kepemimpinan ulama tentu merupakan agenda yang tidak boleh berhenti dan bahkan perlu di tingkatkan. Adalah benar bahwa sampai saat ini masih banyak pesantren yang mampu menghasilkan ulama tetapi bahwa sebagai ulama tidak dengan sendirinya para alumni ini memiliki kapasitas kepemimpinan. Tanpa menafikan adanya pengecualian, aktifitas mereka pada saat “mondok” yang lebih banyak berkutat di bidang kajian literatur menjadikan mereka kurang memiliki kesempatan mendapatkan pemahaman tentang kepemimpinanan organisasi.

Artinya selain kaderisasi alami yang dilakukan oleh kyai dan pesantren, NU juga perlu melakukan kaderisasi syuriyah secara kelembagaan. Ini dikarenakan NU memang tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi masing-masing pesantren agar melakukan kaderisasi syuriyah secara terprogram, sementara hanya berharap alumni pesantren sebagai syuriyah juga bukan pilihan ideal.

Syuriyah sebagai sebuah institusi membutuhkan figur-figur yang mampu mengelola potensi-potensi NU. Idealnya, figur-figur syuriyah adalah sosok yang di samping memiliki pengetahuan agama yang memadai dia juga orang yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang ke-NU-an dan ke-Indonesia-an, mempunyai sikap dan kepribadian yang baik, serta memiliki ketrampilan tambahan berupa kemampuan memimpin, mampu mengayomi dan membimbing, mampu menggerakkan masyarakat, mampu mengidentifikasi masalah, mampu mengambil keputusan yang tepat, dan mampu menyelesaikan konflik.

Intinya, institusi syuriyah diharapkan mampu melahirkan kader-kader –meminjam istilahnya KH Bisri Sansuri (1971)– “pemimpin yang efektif” yaitu pemimpin yang menguasai dan mengamalkan ilmu secara konsekuen, yang berpandangan luas dalam bidang kemasyarakatan, dan memiliki jiwa panglima.

Akhirnya, selamat mengikuti kegiatan Halaqah Peningkatan Peran Syuriyah NU Kabupaten Cilacap tahun 2014, semoga kegiatan ini banyak mendatangkan manfaat dan benar-benar merupakan kebaikan yang masuk kategori fahuwa ‘indallahi hasanun.

KH Suada Adzkiya
Rais Syuriyah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button